Bogor – Judi online merupakan serangan yang membius masyarakat dan menghisap sumber daya ekonomi karena menipu para pelakunya dengan harapan palsu.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo), Hokky Situngkir pada kegiatan Literasi Digital kepada Prajurit TNI bertajuk “Anti Judi Online dan Netralitas TNI mengatakan, berdasarkan data Kemenkominfo, 80% korban judi online adalah masyarakat menengah ke bawah.
“Judi online mirip dengan phishing, pelaku merasa diberi keberuntungan padahal sebetulnya sedang menyedot uang sebesar triliun rupiah,” ungkap Hokky Situngkir dikutip dari keterangan tertulis, Bogor, Senin (09/09)
Hal ini menjadi fokus bagi Kemenkominfo karena judi online tidak lagi menyangkut individu, tapi juga mengancam negara dan stabilitas ekonomi. Kominfo bersama lembaga keuangan dan otoritas terkait, berkomitmen mengentaskan masalah judi online.
Menurut Hokky, sejalan dengan itu, TNI memiliki peran penting sebagai garda terdepan prajurit negara pada pertempuran yang terjadi di ruang digital.
“Judi online mengancam stabilitas ekonomi bahkan berpotensi mengganggu keamanan nasional,” imbuhnya.
Sementara Dirjen Aptika, Direktur Pemberdayaan Informatika Ditjen Aptika, Slamet Santoso mengatakan darurat judi online. Berdasar data PPATK, dana yang telah tersedot dari aktivitas judi online mencapai angka Rp 327 triliun.
“Ini kalau dirata-rata transaksi pada setiap satu hari mencapai hampir 1 triliun rupiah. Inilah yang dinamakan kondisi darurat judi online,” tuturnya.
Masih mengacu pada PPATK, terdapat 3,7 juta pelaku di Indonesia, salah satunya berasal dari TNI.
“Pada kesempatan ini, kami mohon bantuan kepada para prajurit TNI untuk turut menggalakkan aksi melawan judi online,” tambahnya.
Terlebih lagi, 80% pelaku judi online berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Perlu disebarkan awareness bahwa judi online adalah penipuan.
“Mengapa penipuan? Karena tidak ada ceritanya pelaku bisa menjadi kaya, semuanya adalah rekayasa algoritma. Para pelaku dijanjikan untuk menang, padahal kemenangan di awal hanyalah iming-iming,” imbuhnya.
Slamet menyebut bahwa Kemenkominfo sudah masuk anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (SATGAS PASTI) untuk memberantas judi online.
Sementara pada sesi Digital Skills, Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI), Sofian Lusa memaparkan bahaya Illusion of Control pada permainan judi online.
“Illusion of control membuat seolah-olah kemenangan pada permainan judi online disebabkan oleh kepiawaian pemainnya, padahal itu algoritma,” jelas Sofian.
Algoritma itu memungkinkan para pemain mengulangi permainan tersebut, di saat pengulangan itu tidak ada kemenangan, tetapi mendatangkan kerugian. Tujuannya adalah membuat orang kecanduan.
Sofian menambahkan ada tiga komponen pendorong mengapa banyak yang kecanduan, yaitu withdraw dan pendaftaran yang mudah, membuat yang tidak tertarik menjadi eksplor, kemudahan sistem pembayaran, dan redeem number generation.
“Pada dasarnya, judi online adalah permainan yang tidak fair, dibuat untuk memaksimalkan keuntungan platform,” tutupnya.