Jakarta – Direktur Utama PT Jasa Raharja, Rivan A Purwantono, mengemukakan wacana mengenai aturan baru terkait pembayaran santunan bagi korban kecelakaan lalu lintas yang melanggar aturan. Dalam usulan tersebut, korban yang terbukti melakukan pelanggaran tidak akan menerima santunan secara penuh. Saat ini, wacana tersebut masih dalam tahap pembahasan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Kami telah meminta Kementerian Keuangan dan Badan Kebijakan Fiskal untuk merumuskan perubahan terkait perilaku ini. Jika ada pelanggaran, seperti tidak memiliki SIM, santunan tetap akan diberikan, tetapi jumlahnya tidak sebesar bagi yang tidak melanggar,” ujar Rivan di Jakarta Selatan, Senin (17/2).
Jasa Raharja menyediakan berbagai kategori santunan bagi korban kecelakaan lalu lintas. Untuk korban meninggal dunia, diberikan santunan sebesar Rp 50 juta, sementara korban luka-luka bisa menerima hingga Rp 20 juta atau Rp 25 juta, tergantung pada jenis kecelakaan. Selain itu, tersedia santunan biaya penguburan sebesar Rp 4 juta bagi korban yang tidak memiliki ahli waris serta santunan maksimal Rp 50 juta bagi korban yang mengalami cacat tetap.
Selain santunan utama, Jasa Raharja juga menyediakan manfaat tambahan, seperti biaya pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) sebesar Rp 1 juta serta bantuan biaya ambulans sebesar Rp 500.000.
Mengutip dari laman berita satu /https://shorturl.asia/GrB8N, Rivan menegaskan bahwa Jasa Raharja siap untuk menyesuaikan nilai santunan jika pemerintah memberikan tugas tambahan. Ia menjelaskan bahwa pada akhir tahun 2024, tingkat risk-based capital (RBC) Jasa Raharja mencapai 789,01%, yang merupakan angka tertinggi di sektor asuransi di Indonesia.
“Namun, bagi korban kecelakaan yang melanggar aturan lalu lintas, santunan yang diberikan tidak akan penuh. Ini bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku dan meningkatkan tanggung jawab di jalan raya. Negara hadir memberikan santunan, tetapi juga memiliki peran dalam mendidik masyarakat agar lebih patuh terhadap aturan,” jelasnya.
Rivan mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai kebijakan ini masih berlangsung. Jika disetujui oleh pemerintah, aturan ini akan diatur dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) sebagai dasar hukum.
“Pembahasan pembatasan santunan kepada pelanggar lalu lintas oleh Jasa Raharja masih belum final. Namun, kami berharap bisa diselesaikan dan diatur dalam bentuk PP yang diharapkan dapat terbit tahun ini,”tutupnya.