Jakarta – Daya saing Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam peringkat global, turun 13 posisi ke peringkat 40. Meski demikian, prospek pertumbuhan ekonomi nasional dinilai masih cukup positif.
Direktur Divisi Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Carolyn Turk, menyatakan bahwa meski situasi global penuh ketidakpastian, ekonomi Indonesia tetap mampu tumbuh sebesar 4,9 persen secara tahunan pada kuartal pertama 2025.
Menurut Carolyn, kekuatan ekonomi Indonesia ditopang oleh kebijakan makro yang solid, termasuk inflasi yang terkendali, cadangan devisa yang memadai, serta kedisiplinan dalam kebijakan fiskal. Strategi ini, menurutnya, berhasil menahan dampak dari penurunan belanja pemerintah dan perlambatan investasi.
“Kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan fondasi yang sehat dan respons kebijakan yang tepat,” jelasnya dikutip dari laman berita satu.
Ia menambahkan, manfaat pertumbuhan ekonomi lebih terasa pada kelompok berpenghasilan rendah. Sementara itu, kelas menengah cenderung belum merasakan dampak signifikan, sebagaimana terlihat dari perlambatan konsumsi di kelompok ini.
Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata akan mencapai 4,8 persen per tahun selama periode 2025–2027. Salah satu pendorong utama adalah peningkatan investasi, yang sebagian besar berasal dari program pembangunan perumahan pemerintah serta peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia).
Namun, ada sejumlah tantangan yang perlu diwaspadai, seperti ketidakpastian perdagangan global dan fluktuasi harga komoditas. Carolyn menyarankan agar pemerintah terus memperkuat iklim investasi, mempercepat reformasi di sektor perdagangan, serta mendorong digitalisasi. Jika berhasil, langkah-langkah ini berpotensi mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 5,5 persen per tahun pada 2027.
Bank Dunia juga menyoroti sektor perumahan sebagai penggerak pertumbuhan inklusif. Target pemerintah membangun 3 juta unit rumah per tahun dinilai sejalan dengan strategi peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan alokasi investasi mencapai US$ 3,8 miliar per tahun, program ini diperkirakan mampu menciptakan 2,3 juta lapangan kerja serta menarik investasi swasta tambahan senilai US$ 2,8 miliar.
Langkah ini tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.