Jakarta – Rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menaikkan tarif ojek online (ojol) sebesar 8% hingga 15% menuai sorotan. Kebijakan ini dinilai justru berpotensi membebani konsumen tanpa memberi dampak signifikan terhadap perbaikan ekosistem transportasi daring secara menyeluruh.
Ketua Forum Komunitas Driver Online Indonesia (FKDOI), Rahman Thohir, menilai bahwa kebijakan kenaikan tarif tersebut hanya menguntungkan pihak aplikator dan sebagian kecil pengemudi, sementara konsumen sebagai pengguna layanan justru akan terdampak langsung oleh naiknya biaya perjalanan.
“Yang harus diperhitungkan adalah daya beli masyarakat. Kalau tarif naik, pengguna bisa menurun. Ini tentu akan berimbas pada penghasilan driver juga,” ujar Rahman saat ditemui di Kantor B-Universe seperti dikutip dari laman berita satu pada Selasa (15/7).
Menurutnya, penumpang merupakan bagian tak terpisahkan dari ekosistem transportasi online dan tidak bisa diabaikan. Jika jumlah penumpang menurun karena tarif dianggap terlalu mahal, maka pendapatan pengemudi juga akan ikut tergerus.
Untuk itu, FKDOI mengusulkan agar rencana kenaikan tarif ditangguhkan sementara, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih dan daya beli yang masih terbatas.
Rahman juga menekankan bahwa para pengemudi sejatinya tidak pernah menuntut kenaikan tarif, melainkan mendesak agar potongan komisi dari aplikator yang dinilai memberatkan bisa diturunkan.
“Kalau kita ingat demo kemarin, tidak ada yang minta kenaikan tarif. Yang disuarakan adalah soal regulasi dan pemotongan komisi 10%. Tidak pernah terdengar soal permintaan naik harga,” tegasnya.
Masyarakat yang ingin memahami lebih dalam isu ini dapat menyaksikan diskusi bertema “Jadi Primadona, Ekosistem Transportasi Online Harus Ditata” melalui platform B-Universe, yang menghadirkan para pakar dan pemangku kepentingan di sektor transportasi digital.