Jakarta – Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta meluruskan kabar yang beredar terkait klaim bahwa populasi Jakarta mencapai 42 juta jiwa. Dukcapil menegaskan bahwa angka tersebut bukan jumlah penduduk resmi, melainkan estimasi populasi fungsional versi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menggambarkan aktivitas harian masyarakat di kawasan metropolitan Jakarta.
Angka 42 juta tersebut merujuk pada Penduduk Fungsional (de facto), yaitu seluruh orang yang beraktivitas di Jakarta setiap hari, termasuk para komuter dari wilayah Bodetabek. Sementara itu, jumlah penduduk resmi Jakarta yang tercatat dalam administrasi kependudukan jauh lebih kecil.
Berdasarkan data Penduduk Administratif (de jure) Semester I 2025, Dinas Dukcapil mencatat penduduk DKI Jakarta sebanyak 11.010.514 jiwa, dihitung berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdaftar resmi dan beralamat di Jakarta. Angka inilah yang digunakan pemerintah untuk menyusun kebijakan publik, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Denny Wahyu Haryanto, menjelaskan bahwa jutaan orang datang ke Jakarta setiap hari untuk bekerja, sekolah, kuliah, berobat, hingga mengurus berbagai layanan. Mereka berasal dari delapan wilayah penyangga, yakni Kota/Kabupaten Bogor, Depok, Kota/Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, serta Kota/Kabupaten Bekasi.
“Besarnya mobilitas inilah yang membuat Jakarta terasa jauh lebih padat dibanding jumlah penduduk resminya,” ujar Denny dikutip dari laman berita jakarta, Kamis (27/11).
Denny menambahkan bahwa data populasi memang memiliki dua pendekatan. Pendekatan PBB menggunakan metode de facto, menghitung seluruh orang yang berada di kawasan metropolitan Jakarta, sehingga menghasilkan estimasi sekitar 42 juta jiwa. Metode ini umum dipakai dalam laporan internasional dan proyeksi urbanisasi global.
Sebaliknya, Data Dukcapil menggunakan metode de jure, yakni hanya mencatat penduduk yang memiliki NIK Jakarta dan terdaftar resmi dalam administrasi negara.
Penjelasan ini juga merujuk pada laporan World Urbanization Prospects (WUP) dari PBB, yang sering dijadikan rujukan media internasional ketika menyebut kota-kota terpadat di dunia. Dalam laporan tersebut, Jakarta dihitung menggunakan dua cara:
- Jakarta Fungsional (de facto): sekitar 42 juta jiwa
- Jakarta Administratif (de jure): sekitar 11 juta jiwa
Angka 42 juta tersebut adalah proyeksi tahun 2025 yang mencerminkan intensitas mobilitas dan aktivitas di wilayah megapolitan, bukan jumlah penduduk ber-KTP Jakarta.
“Jakarta memang sangat sibuk, tetapi penduduk resminya hanya 11 juta jiwa sesuai data administrasi,” tegas Denny.

