Jakarta – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) (IDX: PGEO) mencatatkan tonggak penting dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Unit 7 dan 8. Proyek berkapasitas 2 x 20 megawatt (MW) tersebut dikombinasikan dengan pembangkit Binary Unit berdaya 10 MW.
Pencapaian ini ditandai dengan penyerahan dokumen teknis kepada PT PLN (Persero) di Jakarta, Jumat (12/12). Dokumen tersebut menjadi syarat utama bagi PLN untuk melakukan evaluasi pembelian listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) melalui skema Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) berbasis total proyek.
Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PGE, Edwil Suzandi, mengatakan penyerahan dokumen teknis ini merupakan langkah strategis dalam pengembangan panas bumi di Lahendong, Sulawesi Utara. Upaya tersebut melanjutkan optimalisasi potensi panas bumi yang telah dimulai sejak beroperasinya PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 pada 2016.
Menurut Edwil, dengan masuknya proyek Unit 7 dan 8 beserta Binary Unit, PGE berharap proses evaluasi oleh PLN dapat berjalan lancar sehingga pengembangan tahap berikutnya bisa segera dilakukan. PGE pun berkomitmen memperluas pemanfaatan energi panas bumi agar manfaatnya semakin dirasakan masyarakat luas.
Saat ini, PGE memasok sekitar 30 persen kebutuhan listrik di Sulawesi Utara dan wilayah sekitarnya. Dengan tambahan kapasitas dari proyek baru ini, kontribusi tersebut diproyeksikan meningkat menjadi sekitar 35 hingga 40 persen dari total kebutuhan listrik regional.
Ke depan, PGE siap melanjutkan tahapan pengembangan berikutnya bersama PLN, termasuk pembahasan teknis terkait kajian reservoir, desain fasilitas produksi, studi penyambungan jaringan, hingga aspek kelistrikan dan komersial lainnya.
Proyek PLTP Lahendong Unit 7 dan 8 juga sejalan dengan target nasional peningkatan bauran energi baru dan terbarukan hingga 76 persen pada periode 2025–2034. Proyek ini tercantum dalam daftar potensi panas bumi Prospek Tompaso yang membutuhkan pengembangan lanjutan.
Selain itu, proyek Lahendong masuk dalam empat proyek strategis panas bumi PGE yang tercantum dalam Blue Book 2025–2029 Kementerian PPN/Bappenas. Penetapan ini menjadi pengakuan atas peran PGE dalam mendorong panas bumi sebagai pilar utama transisi energi nasional.
Tak hanya berkontribusi pada pasokan listrik, sektor panas bumi juga memberi dampak signifikan bagi perekonomian. Sepanjang 2010–2024, industri panas bumi mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp21,43 triliun, serta Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah penghasil mencapai Rp10,82 triliun pada periode 2019–2024.
Sebagai pengembang panas bumi dengan pengalaman lebih dari empat dekade, PGE menargetkan kapasitas terpasang mencapai 1 gigawatt (GW) dalam dua hingga tiga tahun ke depan dan meningkat menjadi 1,8 GW pada 2033. Saat ini, PGE mengelola kapasitas terpasang sebesar 727 MW di enam wilayah operasi, serta mengembangkan berbagai proyek strategis lain, termasuk PLTP Hululais Unit 1 dan 2 berkapasitas 110 MW dan proyek co-generation bersama PLN Indonesia Power dengan total kapasitas sekitar 230 MW.

