Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua anggota DPR RI periode 2019–2024, berinisial HG dan ST, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan dana bantuan sosial (bansos) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020–2023.
Langkah penegakan hukum ini sejalan dengan Asta Cita Presiden RI, yang menekankan komitmen pemberantasan korupsi, supremasi hukum, dan penguatan tata kelola pemerintahan yang bersih.
Dikutip dalam keterangan tertulis KPK, Selasa (12/8), konstruksi perkara bermula saat HG dan ST bersama sejumlah anggota Komisi XI DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) yang berwenang menyetujui rencana anggaran mitra kerja. Dalam rapat Panja dengan BI dan OJK, disepakati kuota bansos BI sekitar 10 kegiatan per tahun, sementara OJK 18–24 kegiatan per tahun.
Penerima bantuan diarahkan ke yayasan milik anggota Komisi XI, dengan pengaturan teknis mulai dari pengajuan proposal, pencairan dana, hingga laporan pertanggungjawaban. HG dan ST disebut menugaskan tenaga ahli serta staf untuk mengajukan proposal menggunakan yayasan binaan masing-masing.
Pada periode 2021–2023, HG menerima total Rp15,86 miliar dari BI, OJK, dan mitra lainnya. Dana tersebut dialihkan ke rekening pribadi atau staf, lalu digunakan untuk membeli aset dan memenuhi kebutuhan pribadi. Sementara ST menerima Rp12,52 miliar yang juga digunakan untuk pembelian aset, bahkan diduga merekayasa transaksi dengan bank daerah agar tidak terdeteksi pada rekening koran. ST juga mengakui adanya aliran dana ke pihak lain.
Kedua tersangka dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Mereka juga disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.