Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan bahwa wacana pembatasan event lari yang belakangan ramai diperbincangkan tidak berkaitan dengan pelarangan atau pembatasan kegiatan maraton.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta, Andri Yansyah, menjelaskan bahwa pernyataan Gubernur Pramono disampaikan dalam konteks diskusi mengenai pengembangan sport tourism bersama Staf Khusus Menteri Pemuda dan Olahraga RI.
Dalam pembahasan tersebut, Gubernur Pramono menyoroti Jakarta International Marathon (Jakim) dan Jakarta Running Festival (JRF) yang selama ini didukung penuh oleh pemerintah, terutama dalam hal sterilisasi jalur sebagai syarat dari World Athletics.
Andri mengatakan, dukungan sterilisasi jalur kepada dua ajang itu membuat sejumlah komunitas lari berharap mendapat perlakuan serupa. Dari sinilah muncul penjelasan soal pembatasan, namun yang dibatasi bukan event maratonnya, melainkan pemberian izin kegiatan yang meminta peniadakan Car Free Day (CFD) atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Hingga kini, hanya Jakim dan JRF yang memperoleh izin khusus tersebut.
Ia menegaskan, penyelenggaraan event lari tetap diperbolehkan selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Penyelenggara wajib memperoleh rekomendasi dari PB PASI, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Perhubungan, serta pihak Kepolisian untuk izin keramaian.
“Selama seluruh rekomendasi dipenuhi, kegiatan lari tidak akan terganggu. Pembatasan hanya berlaku bagi kegiatan yang mengajukan permohonan meniadakan CFD atau HBKB, karena izinnya memang selektif,” jelasnya pada Senin (1/12).
Andri menambahkan, event berskala besar yang digelar di luar kawasan CFD juga tetap berjalan dengan lancar. Menurutnya, baik kegiatan lari berbayar maupun gratis memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan ruang publik, sepanjang tidak menimbulkan eksklusivitas yang menghalangi warga lain menggunakan area tertentu.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah memberikan privilege kepada Jakim dan JRF karena keduanya telah mengantongi sertifikasi internasional. Event berlabel World Athletics membutuhkan jalur yang sepenuhnya steril sehingga pemerintah harus memberi dukungan khusus.
“Privilege ini tidak otomatis berlaku untuk event lain, kecuali mereka memenuhi standar yang selevel, termasuk dalam hal kualitas penyelenggaraan dan jumlah peserta yang sangat besar,” tambahnya.
Andri mengakui bahwa tingginya minat masyarakat terhadap olahraga terlihat dari semakin padatnya aktivitas di CFD. Ke depan, Pemprov DKI mempertimbangkan konsep Jekate Run di lima wilayah kota untuk mengurangi beban kawasan Sudirman–Thamrin dan mendistribusikan kegiatan olahraga secara lebih merata.
“Dengan begitu, antusiasme warga tetap tersalurkan, sementara ruang publik tetap nyaman dan tidak terjadi penumpukan massa di satu titik,” ujarnya.
Andri juga menilai tren meningkatnya partisipasi warga dalam olahraga saat CFD membawa dampak positif, mulai dari peningkatan kebugaran, harapan hidup, hingga memperkuat indikator pembangunan kepemudaan dan menggerakkan perekonomian, khususnya UMKM.
Ia meyakini bahwa dengan penataan yang tepat, ekosistem olahraga di Jakarta dapat terus tumbuh tanpa mengganggu kenyamanan warga.
“Fokus dari kebijakan ini bukan membatasi olahraga atau event lari, tetapi memastikan penggunaan ruang publik berlangsung tertib, aman, dan inklusif sehingga CFD tetap menjadi ruang bersama bagi semua,” tandasnya.

