Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan bahwa hampir separuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia mengalami kerugian. Salah satu penyebab utamanya adalah praktik penempatan “orang dalam” yang tidak profesional.
Menurut Tito, dari total 1.057 BUMD yang ada di Indonesia, hampir separuhnya saat ini berada dalam kondisi merugi atau “bleeding.” Kondisi ini berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak dapat dimaksimalkan.
“Hampir separuhnya bleeding. Mengapa? Karena ada praktik menempatkan orang, keluarga, atau teman yang tidak kapabel di posisi strategis,” ungkap Tito dalam keterangan tertulis usai Rapat Koordinasi Nasional Keuangan Daerah di Jakarta, Rabu (18/12)
Tito menegaskan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat edaran kepada pemerintah daerah untuk menghentikan operasional BUMD yang sudah tidak memungkinkan untuk diselamatkan. Jika dibiarkan terus beroperasi, kerugian yang dialami oleh BUMD tersebut harus ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang tentu saja semakin membebani keuangan daerah.
“Setiap kali kepala daerah berganti, mereka sering kali menempatkan orang baru tanpa mempertimbangkan kapabilitasnya. Akibatnya, masalah semakin dalam, dan kerugian makin besar,” imbuh Tito.
Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam pengawasan BUMD, Kementerian Dalam Negeri mengemban fungsi serupa seperti “Menteri BUMD.” Tito meminta kepala daerah untuk mengubah cara pandang mereka, dengan tidak hanya fokus pada pengeluaran daerah, tetapi juga memikirkan strategi untuk meningkatkan pendapatan.
Tito menambahkan, target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang telah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto memerlukan dukungan dari keuangan daerah yang sehat. Dengan demikian, BUMD harus dikelola secara profesional dan efektif agar bisa memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian daerah.

