Jakarta – Mulai 1 Januari 2025, pemerintah menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% untuk barang-barang tertentu, terutama barang yang masuk dalam kategori mewah. Kebijakan ini diperkirakan akan mempengaruhi harga sejumlah barang dan jasa, termasuk makanan berharga tinggi.
Barang-barang yang dikenakan PPN 12% meliputi: makanan premium, seperti daging sapi wagyu atau kobe. Jasa rumah sakit kelas VIP, layanan pendidikan berstandar internasional yang memiliki biaya tinggi.
Namun, barang-barang kebutuhan pokok yang esensial bagi masyarakat umum, seperti beras, daging lokal, dan sayuran, tidak dikenakan PPN. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan harga barang kebutuhan pokok dan melindungi daya beli masyarakat.
Dalam konferensi pers pada Senin (16/12), Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pentingnya prinsip gotong royong dan keadilan dalam pelaksanaan kebijakan ini.
“Pengenaan PPN hanya berlaku pada barang yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat terkaya, yaitu desil 9 dan 10. Dengan demikian, kebutuhan pokok masyarakat luas tetap terjaga dari beban pajak,” ujarnya.

Sebagai contoh, daging wagyu atau kobe yang harganya mencapai Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta per kilogram akan dikenakan PPN. Sebaliknya, daging lokal yang banyak dikonsumsi masyarakat umum dengan harga Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu per kilogram tetap bebas PPN.
Mengutip dari laman beritasatu, berikut adalah daftar makanan yang akan dikenakan tarif PPN 12% mulai tahun depan:
- Beras biasa tetap bebas pajak, tetapi beras dengan label premium akan dikenakan PPN 12%.
- Jenis daging seperti wagyu dan kobe, yang sebelumnya bebas pajak, kini akan dikenakan PPN.
- Jenis ikan seperti salmon dan tuna premium, serta kepiting dan udang dengan kualitas premium, termasuk dalam daftar barang kena pajak.
- Sayur-mayur dan buah-buahan berlabel premium akan mengalami kenaikan harga akibat tarif PPN baru ini.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengatur konsumsi barang mewah di masyarakat dan meningkatkan kontribusi pajak. Meski demikian, kebutuhan pokok tetap dijaga agar tidak membebani masyarakat luas. Dengan berlakunya kebijakan ini, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam berbelanja, terutama untuk barang-barang yang termasuk kategori premium.