Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus mempercepat langkah menuju kemandirian farmasi nasional. Upaya ini diambil untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan yang terus berkembang sekaligus memperkuat ketahanan kesehatan Indonesia.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Lucia Rizka Andalucia, pada Senin (13/1), memaparkan tiga program utama yang bertujuan mendorong kemandirian bahan baku obat dalam negeri.
1. Penelitian dan Pengembangan
Rizka menjelaskan bahwa Kemenkes memprioritaskan program penelitian dan pengembangan, termasuk mendukung industri farmasi melalui fasilitasi perubahan sumber bahan baku obat (change source) dan penguatan riset bahan baku lokal.
“Sejak 2022 hingga 2024, Kemenkes memberikan fasilitasi change source kepada 42 industri farmasi untuk meningkatkan penggunaan bahan baku obat produksi dalam negeri,” ujarnya dikutip dalam keterangan tertulis.
Fasilitas ini mencakup pembiayaan Uji Bioekivalensi (BE) untuk enam bahan baku obat dengan konsumsi tinggi, seperti Atorvastatin, Clopidogrel, Amlodipin, Candesartan, Azitromisin, dan Bisoprolol.
Untuk memperluas akses pengembangan obat baru, Kemenkes bekerja sama dengan Medicines Patent Pool (MPP) melalui nota kesepahaman tentang kolaborasi strategis dalam peningkatan akses vaksin dan obat-obatan. Kerja sama ini telah mencakup produksi Nilotinib (obat leukemia), Molnupiravir (antivirus COVID-19), dan Dolutegravir (antivirus HIV).
2. Peningkatan Produksi
Pemerintah berkomitmen meningkatkan kapasitas produksi dan penggunaan bahan baku lokal dengan memberikan insentif kepada industri farmasi.
“Insentif diberikan kepada setiap industri sediaan farmasi yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi dalam negeri, dan yang melakukan produksi dengan menggunakan bahan baku dalam negeri, baik insentif fiskal maupun non fiskal,” imbuh Rizka.
Bentuk insentif yang diberikan antara lain percepatan penerbitan Nomor Izin Edar (NIE) untuk perusahaan yang mengganti sumber bahan baku impor dengan produksi lokal.
Selain itu, program ini juga menyoroti pentingnya tata niaga impor bahan baku obat. Saat ini, 22 jenis bahan baku obat telah dapat diproduksi di dalam negeri, dan Kemenkes bersama Kementerian Perindustrian mengusulkan pengaturan tata niaga impor untuk mendukung keberlanjutannya.
3. Jaminan Pasar
Percepatan kemandirian farmasi juga dilakukan melalui jaminan pasar. Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan untuk mendukung pemanfaatan bahan baku lokal, seperti Kepmenkes HK.01.07/MENKES/1333/2023 yang mengatur peningkatan penggunaan bahan baku produksi dalam negeri, dan Kepmenkes HK.01.07/Menkes/163/2024 yang mengatur etalase konsolidasi pada katalog elektronik sektoral Kemenkes.
Kebijakan ini juga mencakup penyesuaian nilai klaim harga obat untuk program rujuk balik dan penyakit kronis. Obat-obatan yang sudah menggunakan bahan baku lokal dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi akan mendapatkan penyesuaian harga klaim.
“Kebijakan-kebijakan tersebut sebagai bentuk dukungan Pemerintah untuk mendorong peningkatan penggunaan dan jaminan pasar untuk bahan baku obat produksi dalam negeri,” kata Rizka.
Dengan berbagai langkah ini, Kemenkes berharap kemandirian farmasi nasional dapat tercapai, mendukung kebutuhan kesehatan masyarakat, sekaligus memperkuat ketahanan sistem kesehatan nasional.