Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa total nilai ekspor Indonesia pada periode Januari-Desember 2024 mencapai USD264,70 miliar, mengalami peningkatan sebesar 2,29 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Khusus untuk ekspor nonmigas, total yang dicapai mencapai USD248,83 miliar atau meningkat 2,46 persen.
Sepanjang tahun 2024, ekspor nonmigas dari sektor industri pengolahan menunjukkan kenaikan sebesar 5,33 persen dibandingkan tahun 2023. Peningkatan ini didorong oleh lonjakan ekspor logam dasar mulia.
Di sektor lain, ekspor produk pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 29,81 persen, yang sebagian besar didorong oleh kenaikan ekspor kopi. Namun, ekspor dari sektor pertambangan mengalami penurunan 10,20 persen, terutama akibat turunnya ekspor batubara.
Pendiri sekaligus CEO Supply Chain Indonesia (SCI), Setijadi, menekankan pentingnya penerapan sistem rantai dingin (cold chain) yang terintegrasi secara menyeluruh untuk komoditas pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mudah rusak.
“Dibutuhkan gudang dingin (cold storage) dan teknologi khusus seperti controlled atmosphere storage (CAS) untuk menjaga kualitas produk,”ujar Setijadi dikutip dalam laman infopublik pada Selasa (28/1)
Ia juga menggarisbawahi pentingnya inovasi dalam pengemasan dan proses konsolidasi guna meningkatkan efisiensi serta skala ekonomi. “Proses hilirisasi di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sangat krusial untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, serta daya saing produk,” tambahnya.
Kepala Laboratorium Supply Chain Management, Program Studi Teknik Industri Universitas Widyatama, Verani Hartati, menyoroti ketidakseimbangan kontribusi ekspor antarwilayah. Berdasarkan data dari BPS, tiga provinsi memberikan kontribusi sebesar 33,65 persen dari total ekspor nasional selama periode Januari-Desember 2024, yaitu:
- Jawa Barat: USD37.872,3 juta (14,31 persen)
- Jawa Timur: USD25.716,1 juta (9,72 persen)
- Kalimantan Timur: USD25.461,5 juta (9,62 persen)
Verani mendorong pengembangan ekspor berbasis komoditas unggulan di setiap daerah. “Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan ekspor, tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah,” ungkapnya.
Ia juga menekankan perlunya sinergi dalam meningkatkan aksesibilitas serta konektivitas logistik antar kementerian dan lembaga terkait.
“Optimalisasi konektivitas logistik harus dilakukan berdasarkan pemetaan rantai pasok (supply chain mapping) serta pengembangan sistem hub & spoke yang tepat,” jelasnya.
Selain itu, pemilihan lokasi strategis untuk pintu ekspor juga dianggap penting guna memastikan distribusi produk ke pasar internasional berjalan dengan lebih efisien dan efektif.