Jakarta – Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menginstruksikan pengerahan pasukan TNI untuk menjaga kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Kebijakan ini memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat sipil yang menilai langkah tersebut berpotensi melanggar konstitusi.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari kerja sama resmi antara TNI dan Kejaksaan RI. Kerja sama tersebut telah diatur dalam Nota Kesepahaman (MoU) Nomor NK/6/IV/2023/TNI yang ditandatangani pada 6 April 2023.
“Surat telegram itu bukan hal baru, ini merupakan bentuk pengamanan rutin dan bersifat preventif, yang sudah berlangsung sejak kerja sama dengan Kejaksaan dibangun,” ujar Kristomei dalam pernyataan resmi, Senin (12/5).

Isi Kerja Sama TNI-Kejaksaan
Melansir dari laman berita satu, MoU antara TNI dan Kejaksaan meliputi sejumlah bidang kerja sama, antara lain:
- Pendidikan dan pelatihan bersama
- Pertukaran informasi untuk mendukung penegakan hukum
- Penempatan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan
- Keterlibatan jaksa sebagai pengawas di Oditurat Jenderal TNI
- Dukungan personel TNI untuk pelaksanaan tugas kejaksaan
- Bantuan hukum kepada TNI dalam bidang perdata dan tata usaha negara
- Pemanfaatan sarana dan prasarana secara bersama sesuai kebutuhan
- Koordinasi teknis terkait penyidikan dan penuntutan perkara koneksitas
Kristomei menegaskan bahwa seluruh bentuk dukungan yang diberikan oleh TNI selalu berdasarkan permintaan resmi dari pihak terkait, dilakukan secara terukur, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Ia juga menyampaikan bahwa TNI tetap berkomitmen pada prinsip profesionalitas, netralitas, serta sinergi antar-lembaga negara.
“Ini bagian dari pelaksanaan tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam undang-undang, yaitu melindungi bangsa dari segala bentuk ancaman,” tambahnya.
Meski dijelaskan sebagai bentuk kerja sama yang sah, sejumlah organisasi masyarakat sipil mengkritik keras pengerahan pasukan TNI untuk mengamankan kantor kejaksaan. Mereka menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggar prinsip supremasi sipil dan mengaburkan batas peran militer dalam ranah sipil.
Koalisi masyarakat sipil menyerukan agar Panglima TNI mencabut kebijakan tersebut. Mereka mengingatkan bahwa peran TNI harus tetap berada dalam koridor yang ditetapkan oleh konstitusi dan tidak melampaui kewenangan yang diberikan.