Jakarta – Di tengah derasnya arus informasi di era digital, peran kreator konten semakin besar dalam membentuk opini publik. Sayangnya, belum semua informasi yang beredar berasal dari sumber yang terikat aturan ketat. Sementara media arus utama wajib mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan prinsip 5W+1H dengan proses verifikasi berlapis, kreator konten kerap bebas menyebarkan informasi tanpa pedoman yang jelas.
Ketimpangan ini menjadi sorotan serius, terutama saat sejumlah figur publik ikut terlibat dalam promosi produk ilegal yang berpotensi membahayakan masyarakat. Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI), ketidakseimbangan regulasi ini bisa menjadi ancaman nyata bagi kualitas informasi nasional.
“Yang dibutuhkan sekarang adalah kesetaraan aturan antara media pers dan pelaku media sosial. Perusahaan media tunduk pada undang-undang, kode etik, dan regulasi yang ketat,” tegas Ketua Divisi Ketenagakerjaan AJI, Caesar Akbar.
Menutip dari laman berita satu, fenomena promosi produk ilegal oleh influencer menjadi contoh nyata lemahnya pengawasan dalam ruang digital. Beberapa nama terkenal yang sempat terjerat kontroversi meliputi:
1. dr. Richard Lee
Dokter kecantikan ini menuai kritik setelah menjual produk injeksi berbahan DNA salmon tanpa izin resmi dari BPOM. Produk tersebut diketahui merupakan versi kemasan ulang dari merek Korea, Ribeskin.
2. Via Vallen, Nella Kharisma, Bella Shofie, Olla Ramlan
Keempatnya diketahui mempromosikan produk dari DSC Beauty yang belum mengantongi izin edar dari BPOM, dan promosi dilakukan tanpa memastikan keamanan bagi publik.
3. Awkarin
Influencer ini sempat mempromosikan produk injeksi pembesar payudara dan pengencang kewanitaan. DPR dan organisasi medis mengecam tindakan tersebut karena produk tidak terdaftar di BPOM dan bisa membahayakan.
4. MF (Selebgram dari Banjarmasin)
MF diamankan oleh aparat karena menjual kosmetik ilegal bermerek Fazarbungaz. Produk tersebut tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa dan tidak lolos uji BPOM.
5. Doktif (Dokter Detektif)
Meski dikenal sebagai influencer edukatif, kontennya tentang skincare dengan klaim ekstrem membuat BPOM dan DPR memanggilnya untuk klarifikasi.
BPOM telah menegaskan bahwa promosi produk tanpa izin edar bisa dikenai sanksi hukum, apalagi jika terbukti merugikan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau untuk mengecek legalitas produk melalui situs resmi BPOM dan tidak langsung percaya pada endorsement selebritas.
Mendorong Regulasi yang Setara untuk Dunia Digital
Maraknya penyebaran informasi menyesatkan lewat media sosial menjadi pengingat pentingnya aturan yang seimbang. Ketika insan pers wajib menjaga akurasi dan kredibilitas di bawah regulasi ketat, kreator konten pun seharusnya memikul tanggung jawab yang setara.
Sudah waktunya pemerintah dan otoritas terkait memperluas cakupan regulasi pers agar mencakup para penyebar informasi di ruang digital. Bukan untuk membatasi kreativitas, melainkan untuk memastikan bahwa kebebasan berbicara tetap berjalan beriringan dengan tanggung jawab sosial.
Dengan regulasi yang adil, kita dapat membangun ekosistem informasi digital yang lebih sehat, aman, dan terpercaya. Tanpa itu, ruang digital berisiko dikuasai oleh konten tanpa filter—mulai dari flexing semu hingga promosi produk berbahaya.