Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto, kembali menegaskan pentingnya pembiayaan partai politik melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, dukungan anggaran negara yang memadai untuk partai politik bisa menjadi strategi efektif dalam mencegah korupsi.
“Sudah beberapa kali KPK menyampaikan rekomendasi agar pemerintah memberikan dana yang lebih besar bagi partai politik,” ujar Fitroh dalam kanal YouTube resmi KPK, Kamis (15/05).
Fitroh menyebut, tingginya biaya politik sering kali menjadi pemicu utama praktik korupsi. Jika kebutuhan dana partai dapat dipenuhi secara transparan melalui APBN, maka potensi korupsi dapat ditekan. Namun, hingga saat ini, rekomendasi tersebut belum diimplementasikan secara luas oleh pemerintah.
“Rekomendasi KPK belum banyak diterapkan, karena tentu saja berkaitan dengan kondisi keuangan negara,” jelasnya.
Lebih jauh, Fitroh menyampaikan bahwa akar dari maraknya korupsi di Indonesia berawal dari sistem politik yang tidak sehat. Pandangan ini pernah ia sampaikan saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon pimpinan KPK di hadapan Komisi III DPR.
“Saat fit and proper test, saya ditanya penyebab utama korupsi. Saya jawab tegas: sistem politik. Dan saya rasa itu masih relevan hingga sekarang,” ujar Fitroh.
Menurutnya, tingginya ongkos politik dari tingkat pemilihan kepala desa hingga presiden seringkali menciptakan ketergantungan kandidat kepada para pemodal. Dalam praktiknya, hubungan timbal balik antara pejabat terpilih dan pemberi dana kampanye ini membuka celah terjadinya korupsi.
“Banyak kasus korupsi terjadi karena ketika terpilih, pejabat merasa ‘berutang budi’ dan akhirnya memberikan akses kepada para pemodal untuk terlibat dalam proyek-proyek pemerintahan,” lanjutnya.
Sebagai catatan, sumber keuangan partai politik telah diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2011 yang merevisi UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dalam Pasal 34 disebutkan bahwa dana partai dapat berasal dari iuran anggota, sumbangan yang sah, serta bantuan dari APBN/APBD.
Sumbangan yang dimaksud mencakup uang, barang, atau jasa, baik dari anggota maupun bukan anggota partai. Untuk sumbangan dari individu non-anggota partai, batasannya maksimal Rp 1 miliar per tahun, sementara dari korporasi atau badan usaha maksimal Rp 7,5 miliar per tahun.
Selain itu, aturan lebih teknis tercantum dalam PP Nomor 1 Tahun 2018, yang menetapkan bahwa partai politik berhak atas bantuan keuangan negara sebesar Rp 1.000 per suara sah yang mereka peroleh pada pemilihan legislatif.
Fitroh menyimpulkan, selama sistem politik belum diperbaiki, potensi korupsi akan tetap tinggi. Ia menegaskan bahwa usulan pendanaan partai politik melalui APBN adalah bagian dari upaya sistemik KPK untuk mencegah praktik koruptif sejak akar permasalahannya.