Jakarta – Ketua Mahkamah Agung (MA), Sunarto, melontarkan kritik pedas terhadap gaya hidup mewah yang dipertontonkan oleh sebagian hakim, yang dinilainya jauh dari wajar jika dibandingkan dengan penghasilan resmi mereka.
Dalam forum pembinaan pimpinan pengadilan yang digelar di Gedung MA, Jakarta, Jumat (23/5), Sunarto menyindir langsung fenomena tersebut dengan nada tegas. “Gajinya Rp27 juta, tapi pakai jam tangan seharga Rp1 miliar. Enggak malu?” ujarnya di hadapan para pimpinan pengadilan wilayah DKI Jakarta.
Ia menyoroti maraknya hakim yang menggunakan barang-barang bermerek mewah, seperti tas Louis Vuitton, sepatu Bally, hingga mengendarai mobil sport seperti Porsche. “Kalau dilihat dari logika penghasilan resmi, tidak masuk akal. Dari mana uangnya?” tambahnya dikutip dari laman berita satu.
Sunarto: Kalau Tidak Malu Sama Tuhan, Minimal Takut Sama Wartawan
Sunarto mengingatkan bahwa gaya hidup yang tidak sesuai dengan kemampuan finansial dapat menimbulkan kecurigaan publik, bahkan membuka ruang bagi tuduhan praktik korupsi. Ia menegaskan bahwa para hakim seharusnya punya rasa malu dan kesadaran moral.
“Kalau enggak malu, apa tidak takut sama Tuhan? Minimal takut sama wartawan. Difoto arlojinya Rp 1 M, apa tidak malu, Saudara-saudara?”tegasnya.
Ia juga mengakui bahwa kesejahteraan hakim masih menjadi tantangan. Gaji dan tunjangan perlu ditingkatkan, namun Sunarto menekankan bahwa peningkatan itu harus dibarengi dengan integritas dan gaya hidup yang sederhana.
“Tidak salah memperjuangkan kesejahteraan, tapi jangan justru mempertontonkan gaya hidup yang mencoreng wibawa institusi peradilan,” ujarnya.
Prabowo Dukung Kenaikan Kesejahteraan Hakim, Tapi Jangan Dikhianati
Menurut Sunarto, pemerintah sedang mengupayakan revisi undang-undang Mahkamah Agung dan sistem peradilan lainnya sebagai bentuk dukungan terhadap kesejahteraan hakim. Presiden terpilih, Prabowo Subianto, bahkan telah memberikan sinyal positif.
Namun, Sunarto memperingatkan bahwa kepercayaan tersebut jangan sampai disalahgunakan. “Kalau disalahgunakan lagi, publik akan marah. Jangan dinodai,” katanya.
Moral Hakim Lebih Penting dari Usia Pensiun
Ia juga menanggapi wacana peningkatan usia pensiun bagi hakim. Baginya, memperpanjang masa kerja atau menaikkan gaji tak berarti jika mentalitas dan integritas masih rendah.
“Untuk apa usia dinaikkan? Untuk apa kesejahteraan ditingkatkan, kalau masih ada yang menjual putusannya?” ujarnya tajam.
Menutup pesannya, Sunarto mengajak para hakim untuk merenung dan membenahi diri. Ia menegaskan bahwa seorang hakim semestinya menjadikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar dalam mengambil keputusan, bukan karena dorongan kekayaan.
“Marilah kita malu pada diri sendiri. Jangan sampai keputusan hakim lebih ditentukan oleh isi dompet, bukan oleh nurani,” pungkasnya.