Sigi – Proses penerimaan murid baru (SPMB) di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, hingga saat ini masih dilaksanakan secara luring (offline) akibat terbatasnya infrastruktur jaringan internet di beberapa wilayah, yang menyebabkan adanya blank spot.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sigi, Ardin, menjelaskan bahwa sejumlah daerah di Sigi masih menghadapi masalah blank spot, yang membuat penerapan sistem daring secara menyeluruh belum memungkinkan.
“Untuk saat ini, proses SPMB di Kabupaten Sigi masih dilakukan secara luring karena masih ada beberapa sekolah dan kecamatan yang terkendala jaringan,” kata Ardin dikutip dalam laman berita satu pada Senin (23/6).
Selain kendala jaringan, Ardin juga menyoroti bahwa banyak calon siswa yang belum memiliki perangkat yang dibutuhkan, seperti telepon seluler. Hal ini menambah tantangan dalam menerapkan sistem penerimaan secara digital.
“Jika SPMB dilakukan secara daring, tentu akan menyulitkan calon siswa yang tidak memiliki perangkat seperti ponsel,” tambahnya.
Menanggapi keluhan dari orang tua siswa, Dinas Pendidikan membuka ruang bagi masyarakat untuk melaporkan masalah yang dihadapi, baik melalui sekolah atau langsung ke kantor dinas. Ardin juga menegaskan bahwa semua satuan pendidikan harus mengikuti petunjuk teknis (juknis) serta aturan zonasi yang sudah ditetapkan.
“Kami tidak bisa memberikan kelonggaran pada aturan zonasi. Semua sekolah harus mematuhi juknis yang ada agar tidak terjadi penumpukan siswa di sekolah tertentu,” tegasnya.
Ardin juga mengingatkan agar proses penerimaan siswa baru di Kabupaten Sigi berlangsung tanpa adanya pungutan liar. “Jika ada pungutan liar dalam proses SPMB, kami tidak segan untuk mengambil tindakan tegas,” tambahnya.
Masalah jaringan internet di daerah seperti Sigi kembali menyoroti tantangan besar dalam digitalisasi pendidikan di Indonesia, terutama terkait pemerataan infrastruktur dan kesiapan sosial-ekonomi masyarakat. Pemerintah daerah berharap ada dukungan lebih lanjut dari pemerintah pusat untuk mempercepat akses internet, khususnya di wilayah tertinggal, agar sistem pendidikan berbasis teknologi dapat diterapkan dengan merata dan inklusif.