Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan empat operator telekomunikasi besar di Indonesia terkait kerja sama dalam hal penyadapan. Langkah ini langsung menuai sorotan dari Komisi III DPR RI yang menilai isu ini sangat sensitif karena menyangkut hak privasi warga negara.
Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding, mengingatkan bahwa penyadapan merupakan tindakan yang menyentuh ranah pribadi masyarakat. Oleh sebab itu, pelaksanaannya harus betul-betul berada dalam koridor hukum yang berlaku.
“Penyadapan dan akses terhadap komunikasi pribadi adalah isu sensitif. Harus ada dasar hukum yang jelas agar tidak melanggar hak konstitusional warga,” tegas Sudding dikutip dari laman berita satu, pada Kamis (26/06).
Meski mengakui kerja sama ini dapat menjadi alat strategis bagi Kejagung dalam penegakan hukum—seperti pelacakan buronan hingga pengumpulan bukti—ia tetap mengingatkan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.
“Tujuannya boleh untuk penegakan hukum, tetapi jangan sampai kebijakan ini melanggar prinsip perlindungan privasi masyarakat. Tidak bisa sembarangan menyadap tanpa proses hukum yang sah,” ujarnya.
Sudding juga mendorong adanya pengawasan ketat terhadap implementasi teknis MoU ini, termasuk proses pemasangan perangkat penyadapan maupun penyediaan data komunikasi oleh operator.
“Kita harus mencegah potensi penyalahgunaan atau pengawasan yang berlebihan (surveillance overreach). Ini menyangkut hak asasi yang dijamin undang-undang,” jelasnya.
Ia menambahkan, hak atas komunikasi pribadi adalah bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan nasional.
Diketahui, Kejagung telah menjalin MoU dengan empat operator seluler besar di Tanah Air, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk, dan PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk.
Kerja sama tersebut disebut sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Meski demikian, respons kritis dari parlemen menjadi sinyal penting agar pelaksanaan MoU ini tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum, transparansi, dan perlindungan hak sipil warga negara.