Jakarta – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan komitmennya untuk menuntaskan persoalan kendaraan over dimension over load (ODOL) secara menyeluruh. Tak hanya melalui penegakan hukum, pendekatan yang kini disiapkan juga mengedepankan partisipasi para pengemudi truk dalam proses penyusunan kebijakan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan, mengungkapkan bahwa pemerintah tengah menyusun langkah strategis untuk menangani masalah ODOL di tahun 2025. Salah satu terobosan yang diusulkan adalah melibatkan langsung para sopir dalam proses perumusan regulasi dan rencana aksi penanganan ODOL.
“Para pengemudi akan dilibatkan dalam penyusunan regulasi dan rencana aksi. Jadi mereka bukan hanya objek, tetapi juga subjek dalam kebijakan ini,” ujar Aan Suhanan dalam program Beritasatu Sore, Rabu (02/07).
Aan mengakui, selama ini kebijakan ODOL kerap dinilai hanya menitikberatkan pada penegakan hukum, sehingga menuai penolakan dari kalangan sopir truk. Padahal, penanganan ODOL seharusnya mencakup perlindungan terhadap pengemudi, serta pengawasan yang terintegrasi.
Ia menambahkan, program penertiban ODOL sebenarnya telah digulirkan sejak 2016 dan sempat berjalan hingga 2023. Kini, Kemenhub bersama sejumlah kementerian terkait tengah merumuskan pendekatan baru yang lebih holistik.
“Kami sepakat bahwa penyelesaian ODOL tidak cukup hanya dengan penegakan hukum. Harus ada sistem pembinaan, pengawasan, serta skema insentif dan disinsentif yang adil bagi kendaraan logistik,” jelasnya.
Aan menekankan bahwa isu ODOL melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri logistik, hingga sopir truk yang menjadi ujung tombak rantai distribusi nasional. Oleh sebab itu, kolaborasi dan dialog antar pemangku kepentingan menjadi kunci agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar bisa diterapkan di lapangan, bukan hanya sekadar wacana di atas kertas.