Jakarta – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, meminta Komisi I DPR segera berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengklarifikasi isu transfer data pribadi warga Indonesia ke Amerika Serikat. Isu ini mencuat seiring kesepakatan penurunan tarif impor menjadi 19 persen antara kedua negara.
Dasco menyatakan DPR belum bisa mengambil sikap resmi sebelum menerima penjelasan langsung dari pemerintah. Ia pun mendorong Komisi I untuk melakukan komunikasi secepatnya, bahkan jika diperlukan selama masa reses.
“Kami sudah minta kepada Komisi I untuk segera, bila perlu dalam masa reses ini, menghubungi pemerintah,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (25/7).
Ia menegaskan pentingnya penjelasan dari kementerian atau lembaga terkait agar polemik ini tidak menimbulkan kesimpangsiuran informasi di masyarakat.
“Penting agar hal-hal terkait data ini bisa dipahami dengan lebih jelas oleh publik,” tambah Dasco.
Hingga kini, pimpinan DPR belum menetapkan sikap resmi terhadap isu transfer data tersebut. Menurut Dasco, sikap DPR akan ditentukan berdasarkan hasil pembicaraan teknis yang sedang berlangsung antara pemerintah dan pihak terkait.
Di sisi lain, Ketua Fraksi Partai Golkar, Sarmuji, menegaskan bahwa setiap kerja sama internasional, termasuk potensi transfer data pribadi, tetap mengacu pada ketentuan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Saya yakin pemerintah tidak akan bertindak di luar UU PDP. Prinsip utamanya tetap pada perlindungan hak warga negara dan kedaulatan hukum nasional,” tegasnya.
Sarmuji juga mengutip pernyataan resmi dari Gedung Putih yang menyebut Amerika Serikat akan mengikuti aturan hukum Indonesia dalam setiap proses transfer data pribadi.
Ia menekankan bahwa kesepakatan ini bukan bentuk penyerahan data secara bebas, melainkan langkah penguatan kerangka hukum dalam lalu lintas data lintas negara.
“Transfer data dilakukan secara selektif, legal, dan dalam pengawasan penuh otoritas Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sarmuji menegaskan bahwa kesepakatan tersebut masih dalam tahap pembahasan teknis dan belum menghasilkan keputusan final. Ia pun meminta pemerintah memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat demi menjaga kepercayaan publik.
“Isu data pribadi sangat sensitif. Pemerintah perlu memberi penjelasan yang lebih rinci agar tidak menimbulkan persepsi keliru,” tandasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kerja sama lintas batas terkait data bukanlah hal baru dan telah menjadi praktik umum di negara-negara maju, termasuk anggota G7. Menurutnya, langkah ini justru memberi jaminan hukum bagi warga Indonesia yang menggunakan layanan digital dari perusahaan teknologi berbasis di Amerika Serikat.