Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menegaskan bahwa kebijakan dan regulasi pemerintah terkait jaringan 5G perlu diarahkan tidak hanya pada peningkatan kecepatan internet, tetapi juga pada penciptaan model bisnis dan layanan baru yang relevan bagi masyarakat dan dunia usaha.
Ketua Umum APJII, Muhammad Arif Angga, mengingatkan adanya potensi hambatan dalam pemanfaatan 5G jika operator telekomunikasi gagal menghadirkan layanan tambahan yang memiliki nilai ekonomi.
“Yang dikhawatirkan dari 5G adalah operator tidak mampu menciptakan bisnis baru. Jadi perlu dipikirkan bersama, sebenarnya apa yang ingin kita dorong dengan 5G? Layanan apa yang bisa lahir? Sayang sekali jika sudah ada 5G, tapi layanannya masih sama seperti 4G,” ujar Arif dikutip dari laman berita satu di Jakarta pada Selasa (26/8).
Lebih lanjut, Arif menilai pengalaman negara lain dapat menjadi referensi bagi Indonesia. Di berbagai negara, implementasi 5G telah mendorong lahirnya beragam inovasi, mulai dari kendaraan otonom (autonomous vehicle) hingga pemanfaatan internet of things (IoT) di berbagai sektor industri.
“Hal-hal seperti ini perlu ditingkatkan. Jadi ketika 5G hadir di Indonesia, penggunaannya benar-benar optimal dan tidak terbuang percuma,” tegasnya.
APJII juga menekankan bahwa selain penyediaan spektrum frekuensi, regulasi yang mendukung kolaborasi lintas sektor serta investasi pada infrastruktur digital menjadi kunci utama agar 5G mampu memberikan manfaat nyata.
“Regulasi juga harus menjadi perhatian utama,” pungkas Arif.