Jakarta – Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto, sebut alasan masih tingginya dana milik pemerintah daerah (Pemda) yang tersimpan di bank dengan nilai mencapai Rp233,11 triliun per Agustus 2025.
Menurut Astera, hal ini dipicu oleh siklus perencanaan dan pelaksanaan belanja daerah yang tidak berlangsung serentak. Penyusunan APBD biasanya dimulai pada September–Oktober tahun sebelumnya, sementara kontrak program baru berjalan sekitar April pada tahun anggaran berjalan.
“Kontraknya biasanya baru dimulai April. Itu pun masih kontrak, sedangkan realisasi belanja umumnya dipercepat pada tiga bulan terakhir tahun anggaran. Dengan pola seperti ini, dana dari tahun sebelumnya yang belum terpakai bercampur dengan tambahan anggaran baru dan akhirnya menumpuk di bank daerah,” jelas Astera dalam media briefing, Jumat (3/10).
Astera menambahkan, meski saldo kas daerah terlihat tinggi pada pertengahan tahun, jumlah tersebut biasanya akan menurun signifikan menjelang akhir tahun seiring dengan percepatan realisasi program. Ia memperkirakan saldo akan turun ke kisaran Rp95 triliun hingga Rp100 triliun.
“Sebagian besar dana itu berbentuk giro. Jadi sifatnya dinamis, begitu ada penagihan langsung dibayar,” tambahnya.
Namun, Astera juga menyoroti adanya sejumlah daerah yang tidak mampu memanfaatkan anggarannya secara optimal. Kondisi ini membuat dana semakin lama mengendap di bank dan memperparah tingginya saldo kas.
“Tidak bisa dipungkiri, ada daerah yang belum bisa membelanjakan anggaran secara efektif. Inilah tantangan ke depan, bagaimana mempercepat realisasi agar saldo kas tidak terlihat begitu besar,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat dana Pemda yang tersimpan di perbankan per Agustus 2025 sebesar Rp233,11 triliun, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp192,57 triliun.