Jakarta – Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menyoroti masih rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa hampir separuh angkatan kerja nasional hanya berpendidikan sekolah dasar (SD).
Pernyataan tersebut disampaikan Rosan dalam acara Investor Daily Summit 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC), Rabu (8/10).
Menurutnya, kesiapan dan keterampilan sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor kunci yang diperhatikan investor sebelum menanamkan modal di suatu negara.
“Saat investor ingin masuk, hal pertama yang mereka tanyakan adalah apakah tenaga kerjanya siap atau tidak. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” ujar Rosan yang juga menjabat sebagai CEO Danantara Indonesia.
Dilansir dari laman berita satu, berdasarkan data yang ia paparkan, total angkatan kerja Indonesia saat ini mencapai sekitar 152 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 44% merupakan lulusan SD, 17% lulusan SMP, dan 21% lulusan SMA. Sementara itu, lulusan perguruan tinggi (Diploma dan Sarjana) hanya mencapai sekitar 14%.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas SDM agar lebih kompetitif dan mampu memenuhi kebutuhan industri. Rosan juga mengapresiasi berbagai program up-skilling dan re-skilling yang dijalankan oleh sejumlah kementerian, lembaga, dan pihak swasta.
Di sisi lain, ia menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen memperkuat kinerja investasi nasional dengan memangkas hambatan birokrasi. Pemerintah menargetkan nilai investasi yang terealisasi pada periode 2025–2029 bisa mencapai Rp13.000 triliun.
“Kami berupaya memperbaiki iklim investasi dan industri dalam negeri dengan kebijakan yang tepat serta penyederhanaan birokrasi,” jelasnya.
Rosan menilai, penyederhanaan regulasi menjadi langkah penting untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, transparan, dan menarik bagi investor. Selain fokus pada besarnya nilai investasi yang masuk, pemerintah juga memperhatikan kualitas serta dampak jangka panjang dari investasi tersebut.
“Kita perlu mengurangi red tape atau tumpukan aturan yang justru memperlambat proses dan menimbulkan ketidakpastian. Tujuannya agar investasi bisa berjalan cepat dan efektif,” tutupnya.