31.2 C
Jakarta
Senin, Agustus 4, 2025
BerandaKATA BERITADAERAHPerjalanan Fikhri Astina, Doktor Termuda UGM yang Lulus di Usia 25 Tahun

Perjalanan Fikhri Astina, Doktor Termuda UGM yang Lulus di Usia 25 Tahun

Yogyakarta – Bagi Fikhri Astina Tasmara, melanjutkan studi doktoral bukan semata demi gelar, melainkan sebagai wujud kontribusi nyata terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Semangat inilah yang mengantarkan lulusan Program Doktor Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) asal Makassar ini meraih gelar doktor pada usia 25 tahun 8 bulan.

Fikhri, demikian ia akrab disapa, tumbuh dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai pendidikan. Orang tuanya selalu menanamkan keyakinan bahwa pendidikan memang bukan segalanya, tetapi merupakan salah satu kunci penting untuk membuka jalan hidup dan menciptakan peluang.

“Ibu dan nenek saya mengajarkan bahwa perempuan harus punya daya dan kemandirian. Itu menjadi prinsip hidup saya yang terus mendorong semangat untuk belajar dan berkembang,” ujarnya dikutip dari laman ugm.

Sebelum melanjutkan studi S3 di UGM, Fikhri menempuh pendidikan sarjana di Universitas Hasanuddin, jurusan Fisika—mata pelajaran yang sudah ia sukai sejak bangku SMP hingga SMA. Pilihan untuk melanjutkan ke Program Doktor Fisika di UGM, menurutnya, karena kampus tersebut memiliki ekosistem riset yang kuat dan berdampak nyata bagi masyarakat. “UGM menyediakan lingkungan akademik yang kondusif untuk memperdalam ilmu dan mengembangkan potensi di bidang yang saya tekuni sejak S1,” ujarnya.

Perjalanan Fikhri Astina, Doktor Termuda UGM yang Lulus di Usia 25 Tahun
Fikhri Astina Tasmara, meraih Doktor Fisika termuda, usai acara pelepasan wisudawan dan wisudawati Program Magister dan Doktor FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. (katafoto/HO/dok Fikhri)

Wisudawan Termuda dengan IPK 3.80

Fikhri menjadi wisudawan termuda pada periode kelulusannya dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.80. Ia meyakini bahwa memulai lebih awal memberikan ruang untuk lebih banyak peluang. “Memang tidak mudah, ada banyak tantangan. Tapi ketika kita memulai lebih dini, kita punya waktu lebih untuk belajar dari kegagalan dan mencari solusi,” katanya.

Inspirasi terbesar Fikhri bukan berasal dari tokoh-tokoh dunia, melainkan dari kakak kandungnya sendiri. Ia mengaku selalu teringat pada senyum mendiang ayahnya setiap kali ia meraih prestasi. Hal itu menjadi sumber motivasi untuk terus maju dan meraih prestasi membanggakan. “Ibu dan saudari saya juga selalu memberi kekuatan dan dorongan yang luar biasa,” ungkapnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi mendalam kepada tim promotor yang telah mendampinginya dengan penuh dedikasi, yakni Prof. Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si, Dr. drg. Rini Widyaningrum, M.Biotech, dan Dr. Andreas Setiawan, M.T.

Pengalaman Riset dan Kolaborasi Internasional

Selama menempuh studi di UGM, Fikhri aktif mengikuti berbagai konferensi di dalam negeri yang memperluas wawasan dan jaringan. Salah satu pengalaman paling berkesan baginya adalah saat menjadi visiting researcher di Tohoku University, Jepang, tepatnya di Graduate School of Biomedical Engineering. Pengalaman tersebut membuka perspektif baru dalam riset dan kerja sama akademik lintas negara.

Menyelesaikan studi dalam waktu 2 tahun 10 bulan tentu bukan hal yang mudah. Untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan akademik dan pribadi, Fikhri membagi waktunya dengan membuat jadwal harian yang terstruktur—tidak hanya untuk tugas kuliah, tetapi juga untuk aktivitas sosial.

“Dengan menyusun jadwal yang mencakup waktu untuk bersosialisasi, saya bisa menjaga produktivitas akademik sekaligus tetap menikmati kehidupan sosial. Ini sangat membantu menghindari stres berlebihan,” jelasnya.

Fikhri membagikan pesan kepada para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi agar tetap semangat dan fokus pada tujuan, meskipun jalan yang ditempuh tidak selalu mudah. Ia menekankan pentingnya menikmati proses belajar, bukan semata-mata mengejar hasil akhir.

“Jangan terpaku pada hasil instan. Setiap langkah kecil yang diambil adalah bagian dari proses yang bernilai,” pesannya.

Ia juga mendorong mahasiswa untuk tidak segan meminta bantuan atau berdiskusi dengan dosen maupun teman. Menurutnya, kolaborasi bisa membuka jalan bagi pemahaman yang lebih dalam. “Yang terpenting, jangan sampai kesibukan akademik membuat kita lupa menikmati waktu bersama diri sendiri, keluarga, dan teman. Luangkan waktu untuk beristirahat dan rayakan pencapaian, sekecil apa pun itu,” pungkasnya.

Baca Juga

DBS Foundation Cetak 57.000 Talenta Digital Lewat Coding Camp

Jakarta - Bank DBS Indonesia bersama DBS Foundation menyelenggarakan...

Tarif MRT, LRT, dan Transjakarta Cuma Rp80 pada HUT Kemerdekaan RI

Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan menerapkan...

Pemerintah Lelang Pita 1,4 GHz untuk Perluas Jangkauan Internet

Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi membuka...

OCA AI Telkom Bantu Pelaku Usaha Buat Chatbot Mudah Tanpa Koding

Omni Communication Assistant (OCA), solusi digital besutan PT Telkom...

Inovas eMaggot, DLH DKI Jakarta Tawarkan Solusi Digital untuk Pasar Maggot

Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan...

Ikuti kami

- Notifikasi berita terupdate

Terkini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini