Yogyakarta – Infeksi jamur invasif kini menjadi ancaman serius bagi kesehatan global. Setiap tahunnya, penyakit ini menyebabkan lebih dari 6,5 juta kematian di seluruh dunia. Salah satu biang utamanya adalah Candida albicans, jenis jamur yang memiliki tingkat kematian mencapai 53,15 persen. Situasi ini semakin mengkhawatirkan karena meningkatnya resistensi terhadap obat antijamur golongan azol, seperti flukonazol, sehingga pilihan terapi semakin terbatas.
Menanggapi tantangan tersebut, tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan riset lewat Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Mereka memanfaatkan obat antipsikotik yang sudah beredar sebagai terapi alternatif antijamur melalui pendekatan drug repurposing — yaitu penggunaan kembali obat lama untuk tujuan medis yang baru.
“Pilihan pengobatan saat ini sangat terbatas. Jika pasien mengalami resistensi, maka terapi harus menggunakan obat yang jauh lebih mahal dan berisiko tinggi seperti amfoterisin B. Karena itu, kami mencoba pendekatan baru dengan memanfaatkan obat antipsikotik,” jelas Ni Komang Wijayanti Sinta Dewi, anggota tim peneliti, dikutip dari laman UGM pada Jumat (3/10).

Tim menyeleksi empat jenis obat antipsikotik yang tersedia di Indonesia dan telah masuk dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yakni haloperidol, klorpromazin, flufenazin, dan olanzapine. Obat-obatan ini dinilai lebih terjangkau dan berpotensi menjadi antijamur efektif sekaligus agen kemosensitizer yang dapat meningkatkan kinerja flukonazol terhadap strain jamur yang kebal.
Rangkaian penelitian dilakukan melalui berbagai tahap, mulai dari molecular docking untuk memprediksi interaksi senyawa dengan protein penyebab resistensi, uji difusi padat guna menilai kemampuan obat menghambat pertumbuhan jamur, hingga uji kemosensitisasi untuk melihat efek sinergis antara antipsikotik dan flukonazol. Selain itu, tim juga mengukur MIC90 (Minimum Inhibitory Concentration) guna mengetahui tingkat efektivitas penghambatan terhadap strain Candida albicans yang resisten.
Hasil awal penelitian menunjukkan bahwa obat antipsikotik mampu menghambat mekanisme resistensi jamur sekaligus memperkuat efektivitas flukonazol. Temuan ini membuka peluang hadirnya terapi antijamur baru yang lebih murah, efisien, dan cepat diimplementasikan, tanpa perlu melalui proses panjang pengembangan obat baru.
“Melalui pendekatan drug repurposing, kita dapat memanfaatkan obat yang sudah tersedia sehingga lebih efisien dan segera bisa diterapkan. Kami berharap hasil ini bisa menjadi langkah nyata dalam menghadapi meningkatnya kasus resistensi jamur,” tambah Ni Komang.