Probolinggo – Para pendidik di Sekolah Rakyat (SR) Terintegrasi 7 Kota Probolinggo terus berinovasi dalam menerapkan metode pembelajaran yang menarik. Salah satu pendekatan yang menjadi favorit adalah metode bermain peran (role play), terutama dalam pelajaran sejarah.
Guru Sejarah SR Terintegrasi 7 Kota Probolinggo, Iqbal Hastri Firmandani, menjelaskan bahwa metode ini membuat siswa lebih hidup dalam memahami kisah masa lalu. Dalam praktiknya, para siswa diminta memerankan tokoh-tokoh penting, seperti Raja Brawijaya, lengkap dengan gaya bicara dan tata krama khas masa itu.
“Mereka tidak hanya membaca atau menulis rangkuman, tapi benar-benar merasakan menjadi bagian dari sejarah. Misalnya, mereka harus memanggil raja dengan sebutan yang sopan, bukan ‘Rek’ seperti dalam bahasa sehari-hari,” tutur Iqbal dikutip dari laman infopublik pada Rabu (15/10).
Menurutnya, pendekatan ini mampu meningkatkan minat siswa terhadap sejarah. Iqbal juga memadukan penggunaan bahasa daerah seperti Jawa kasar dan Madura ketika membahas peristiwa penting, misalnya Pertempuran 10 November di Surabaya.
“Dengan begitu, anak-anak bisa memahami konteks budaya dan bahasa lokal dalam setiap peristiwa sejarah,” ujarnya.
Sekolah Rakyat, lanjut Iqbal, memberikan dukungan penuh terhadap ide-ide kreatif para guru. “Pihak sekolah sangat terbuka terhadap inovasi. Kalau kami punya gagasan baru untuk kegiatan pembelajaran, pasti langsung didukung,” jelasnya.
Selain di kelas, Iqbal juga mengajak siswa mengunjungi situs-situs bersejarah di sekitar mereka. Pendekatan kontekstual ini membuat siswa menyadari bahwa sejarah bukan sekadar cerita di buku, melainkan sesuatu yang nyata dan dekat dengan kehidupan mereka.
Iqbal menilai, dampak metode ini tidak hanya terlihat dari peningkatan hasil belajar, tetapi juga dari sikap dan semangat siswa. “Anak-anak jadi lebih antusias dan menikmati proses belajar,” katanya.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya mengenal bahasa dan budaya dari berbagai daerah di Indonesia agar siswa dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan yang beragam. “Negara kita punya banyak suku dan bahasa. Anak-anak harus paham bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan penghalang,” tambahnya.
Meski menggunakan kurikulum nasional, Sekolah Rakyat tetap menyesuaikan metode pembelajaran dengan karakter siswa. “Guru seharusnya yang menyesuaikan diri dengan siswa, bukan sebaliknya,” tegas Iqbal.
Ia juga menilai bahwa memahami sejarah lokal menjadi dasar penting sebelum mempelajari sejarah nasional. “Kalau siswa tidak tahu sejarah daerahnya sendiri, mereka bisa kehilangan rasa bangga terhadap budayanya,” katanya.
Motivasi Iqbal menjadi guru di Sekolah Rakyat berawal dari pengalaman pribadinya yang pernah kesulitan mengakses pendidikan. “Saya ingin anak-anak tidak merasakan kesulitan seperti yang saya alami dulu,” ungkapnya.
Iqbal mengapresiasi program Sekolah Rakyat yang digagas pemerintah sebagai langkah nyata pemerataan pendidikan. “Dulu banyak anak ingin sekolah tapi terkendala biaya. Sekarang, lewat Sekolah Rakyat, semua anak punya kesempatan belajar tanpa harus memikirkan biaya,” ujarnya.
Sebagai pendidik muda, Iqbal berupaya terus menumbuhkan semangat belajar siswanya melalui kisah inspiratif dari pengalaman pribadi maupun orang lain.
“Tantangan terbesar guru bukan hanya menyampaikan materi, tapi membangkitkan motivasi siswa agar mau belajar. Semangat itu yang harus tumbuh lebih dulu,” pungkasnya.