Jakarta – Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta mencatat adanya peningkatan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang periode 1 Januari hingga 24 November 2025.
Kenaikan ini dinilai sebagai tanda positif karena menunjukkan keberanian masyarakat yang semakin besar untuk melapor, seiring dengan semakin mudahnya akses terhadap berbagai kanal pengaduan.
Berdasarkan data yang dihimpun, total laporan mencapai 2.024 kasus di seluruh wilayah Jakarta. Jakarta Timur menjadi penyumbang laporan terbanyak, diikuti Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan kecamatan lain. Jumlah tersebut bahkan hampir menyamai total kasus sepanjang 2024, meskipun tahun 2025 belum berakhir.
Jenis kekerasan yang dilaporkan pun beragam—mulai dari kekerasan seksual, fisik, psikis, KDRT, perdagangan orang, hingga kejahatan berbasis online. PPAPP menegaskan bahwa data bersifat dinamis karena terus diperbarui sesuai laporan masyarakat.
Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta, Iin Mutmainnah, menyebut bahwa lebih dari separuh korban merupakan anak-anak di bawah usia 18 tahun, baik perempuan maupun laki-laki.
“Kenaikan angka ini tidak selalu menandakan situasi memburuk. Justru terlihat bahwa masyarakat kini lebih berani melapor berkat kemudahan akses kanal pengaduan,” ujar Iin dikutip dari laman berita jakarta pada Senin (24/11).
Pemprov DKI Jakarta saat ini menyediakan berbagai jalur pelaporan, baik secara langsung maupun digital. Layanan tersebut meliputi UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA), layanan konseling keliling, Pusat Pelayanan Keluarga (Puspa), serta 44 titik pos pengaduan di kantor kecamatan dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Setiap pos telah dilengkapi konselor dan paralegal untuk memastikan penanganan kasus berlangsung sesuai prosedur.
“Semakin lengkapnya kanal pengaduan membuat masyarakat lebih berani speak up, dan ini menjadi indikator meningkatnya kesadaran publik mengenai isu kekerasan,” tambahnya.
Iin menegaskan bahwa setiap laporan tetap diverifikasi dengan ketat agar penanganannya akurat. Identitas pelapor maupun korban harus jelas, mengingat laporan berbasis pengaduan rawan terjadi kesalahan jika data kurang lengkap.
Meski begitu, PPAPP DKI Jakarta menjalankan langkah pencegahan seperti sosialisasi, kampanye antikekerasan, serta edukasi langsung ke sekolah-sekolah dan masyarakat.
“Karena isu kekerasan merupakan cross-cutting issue, penanganannya harus melibatkan kerja sama lintas dinas—mulai dari pendidikan, kesehatan, sosial, hingga PPAPP,” jelasnya.
Sebagai tindak lanjut, Pemprov DKI Jakarta kini tengah merampungkan revisi Perda 8/2011 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Revisi tersebut akan menghasilkan dua regulasi baru pada 2026: Perda Perlindungan Perempuan serta Perda Penyelenggaraan Kota dan Kabupaten Layak Anak.
“Peraturan baru akan memuat substansi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) 2022, sehingga kerangka hukum daerah dapat lebih relevan dan responsif terhadap dinamika kasus kekerasan di masyarakat,” tutupnya.

