Tolitoli – Kepala BMKG Kelas I Palu, Sujabar, mengingatkan adanya potensi gempa besar dari zona megathrust yang berada di utara Kabupaten Tolitoli dan Buol. Berdasarkan analisis panjang subduksi serta kecepatan pergerakan lempeng, zona tersebut diperkirakan mampu memicu gempa hingga magnitudo 8,5 yang berpotensi menimbulkan tsunami.
“Ini hasil kajian ilmiah dari perhitungan subduksi. Potensi gempa M8,5 ini bukan isu menyesatkan, tetapi analisis berdasarkan data kegempaan,” ujar Sujabar saat memaparkan materi dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami, Rabu (26/11).
Ia menambahkan, selain ancaman megathrust, sejumlah sesar aktif di Sulawesi Tengah juga menjadi perhatian serius. Sujabar mengingatkan kembali sejumlah gempa besar yang pernah terjadi, seperti gempa Parigi Moutong pada 1938, gempa Tambu, Donggala pada 1968, serta gempa bermagnitudo 7,5 pada 2018 yang diikuti tsunami di Teluk Palu.
Dilansir dari laman berita satu, gempa 2018 terjadi akibat pergeseran tiga segmen sesar sekaligus: segmen Selat Makassar, segmen Palu–Koro, dan segmen Saluki. Dari lima segmen Palu–Koro, dua segmen—Moa dan Matano—hingga kini belum melepaskan energi. “Jika lima segmen ini patah bersamaan, potensi gempanya bisa mencapai M7,8 hingga M8. Kenaikan magnitudo dari 7,5 ke 7,8 itu signifikan karena energinya melonjak berkali-kali lipat,” jelasnya.
Imbauan dari Pemkab Tolitoli
Menanggapi penjelasan BMKG, Bupati Tolitoli Amran Yahya meminta masyarakat tetap tenang, tidak panik, dan menyikapi informasi secara proporsional. “Ikuti arahan pemerintah jika terjadi keadaan darurat. Jangan terpancing informasi yang tidak jelas,” pesannya.
Kepala Pelaksana BPBD Tolitoli, Abdullah Haruna, menegaskan bahwa potensi megathrust merupakan hasil kajian ilmiah, bukan ramalan. Ia mengingatkan bahwa Indonesia memiliki 14 zona megathrust, termasuk yang berada di utara Sulawesi. “Risikonya memang tidak bisa dihilangkan, tapi bisa diminimalkan melalui mitigasi,” kata Abdullah.
BPBD Tolitoli juga mengajak masyarakat memperkuat kesiapsiagaan melalui berbagai langkah, seperti memahami zona rawan, mengenali jalur evakuasi, menyiapkan tas darurat, hingga melakukan evakuasi mandiri saat gempa terjadi.
Pemerintah Kabupaten Buol turut mengeluarkan imbauan resmi. Bupati Risharyudi Triwibowo menegaskan bahwa informasi BMKG bukan prediksi waktu terjadinya gempa, melainkan peringatan agar masyarakat tetap waspada mengingat Buol berada dekat zona subduksi.
“Masyarakat harus memahami langkah mitigasi dan tetap beraktivitas seperti biasa dengan kewaspadaan yang cukup,” kata Risharyudi. Ia juga mendorong warga melakukan latihan simulasi keluarga, mempersiapkan tas siaga, mengenali jalur evakuasi, hingga menguatkan semangat gotong royong dalam menghadapi potensi bencana.
Kepala Pelaksana BPBD Buol, Moh. Kachfi, memastikan seluruh jajarannya berada dalam kondisi siaga dan terus mengikuti pembaruan dari BMKG. “Informasi potensi megathrust ini bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan, bukan untuk menakut-nakuti,” tegasnya.
BPBD Buol telah melakukan pemetaan jalur evakuasi, koordinasi antardaerah, hingga edukasi rutin kepada warga. Kachfi mengingatkan bahwa kesiapsiagaan adalah kunci untuk meminimalkan risiko bencana. “Patuhi informasi resmi dan hindari kabar palsu,” katanya.
Pemerintah Kabupaten Buol dan Tolitoli berharap masyarakat tetap tenang, meningkatkan kewaspadaan, serta memperkuat langkah mitigasi demi mengurangi dampak apabila gempa besar terjadi.