Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) kembali mengirimkan 1.000 dai dan daiyah dari berbagai daerah di Indonesia untuk bertugas di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), wilayah khusus, serta komunitas diaspora di luar negeri. Program ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Tarhib Ramadan 1446 H.
Acara pelepasan pada Rabu (26/2) di Jakarta dalam Ceremony Pembekalan dan Pelepasan Dai ke Wilayah 3T, Wilayah Khusus, dan Imam Diaspora Indonesia di Luar Negeri Tahun 2025. Seremoni ini ditandai dengan penyerahan bendera merah putih dari Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Abu Rokhmad kepada perwakilan dai yang akan bertugas.
Sejak 2022, Kemenag secara rutin mengirimkan dai ke wilayah 3T setiap Ramadan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam, memperkuat harmoni sosial berbasis nilai-nilai agama dan kearifan lokal, serta membantu menyelesaikan persoalan sosial dan budaya di wilayah perbatasan.
Tahun ini, cakupan program diperluas dengan pengiriman lima dai ke luar negeri, yakni ke Australia, Jerman, dan Selandia Baru. Para pendakwah yang ditugaskan di luar negeri merupakan pemenang Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional dan diharapkan dapat memberikan layanan keagamaan bagi komunitas Muslim Indonesia di negara-negara tersebut.
Pengabdian Dai: Tantangan dan Harapan
Abu Rokhmad mengapresiasi semangat dan dedikasi para dai yang rela meninggalkan keluarga selama Ramadan demi menjalankan tugas dakwah.
“Sebanyak 1.000 dai yang siap berpisah sementara dengan keluarga ini menunjukkan pengabdian luar biasa. Perjalanan mereka penuh tantangan, tetapi juga penuh pahala yang besar,” ujar Abu Rokhmad.
Ia juga menekankan pentingnya dokumentasi dan evaluasi dakwah. Setiap dai diminta untuk melaporkan aktivitasnya secara berkala, mengoptimalkan media sosial sebagai sarana dakwah, serta menyusun laporan berbasis data guna mengukur dampak dakwah terhadap masyarakat. Kedekatan emosional dengan masyarakat setempat juga menjadi faktor penting agar dakwah lebih efektif dan berkelanjutan.
“Negara ini membutuhkan figur-figur dai yang kreatif dan memiliki niat baik. Mari ajak masyarakat untuk terus bekerja keras sesuai bidangnya dan bangun kedekatan emosional dalam setiap aktivitas dakwah,” tambahnya.
Indonesia Berpotensi Jadi Pusat Kajian Islam Global
Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Zayadi menyoroti meningkatnya permintaan akan layanan keagamaan dari komunitas diaspora. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pusat kajian dan praktik Islam global.
“Banyak negara, seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab, mulai meminta imam dan khatib dari Indonesia. Ini menunjukkan bahwa layanan keagamaan kita semakin diakui,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti keberadaan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), yang saat ini memiliki komposisi mahasiswa 70 persen asing dan 30 persen lokal. Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu indikator bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan studi keislaman global.
Zayadi menekankan pentingnya pemahaman psikologis dan sosial dalam dakwah. Seorang dai tidak hanya bertugas menyampaikan ajaran agama, tetapi juga harus mampu melakukan analisis sosial agar metode dakwah yang digunakan sesuai dengan kondisi masyarakat yang dihadapi.
“Dakwah harus memperhitungkan faktor sosial dan budaya. Pendekatan yang tepat akan membuat pesan yang disampaikan lebih efektif dan diterima dengan baik oleh masyarakat,” tutup Zayadi.
Sinergi Berbagai Pihak dalam Program Dakwah
Program pengiriman dai ini terlaksana melalui kolaborasi dengan berbagai lembaga, termasuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), BAZNAS RI, Dompet Dhuafa, Bank Syariah Indonesia (BSI), BSI Maslahat, Salam Setara, YBM PLN, serta beberapa lembaga zakat dan pondok pesantren.
Para pendakwah dijadwalkan berangkat pada 27 Februari 2025 dan akan menjalankan tugas hingga akhir Ramadan, dengan harapan mereka dapat membawa manfaat besar bagi masyarakat yang dilayani.