27.9 C
Jakarta
Sabtu, Juni 21, 2025
BerandaKATA BERITAMemprihatinkan Angka Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Meningkat, Begini Solusinya

Memprihatinkan Angka Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Meningkat, Begini Solusinya

Jakarta – Hingga saat ini kekerasan di lingkungan pendidikan masih kerap terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pelanggaran terhadap perlindungan anak di sektor pendidikan sejak Januari hingga Agustus 2023 mencapai 2.355 kasus atau 10 persen dari sebelumnya sebanyak 2.133 kasus di tahun 2022.

“Faktanya bahwa kekerasan di lingkungan pendidikan ini masih berulang dan berulang. Dan ini lah tantangan kita bersama. Oleh karenanya pemerintah memberi perhatian serius terhadap masalah ini dan mengambil langkah-langkah pencegahan, penanganan dan penindakan,” ujar Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Modernisasi Beragama Kemenko PMK, Warsito di Jakarta Senin (19/08)

Pemerintah telah memiliki payung hukum untuk penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu: UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak; UU No.12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual; Permendikbudristek No.46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan; Peraturan Menteri Agama No.73 Tahun 2022 dan Kepdirjen Pendis No.1262 Tahun 2024 tentang Juknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren.

Warsito menekanka bahwa kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan tidak mengenal jenjang, mulai dari tingkat dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Kekerasan yang kerap terjadi bisa dalam bentuk fisik, psikis, bahkan seksual. Pelaku kekerasan juga bisa siapapun seperti peserta didik, tenaga pendidik, pengajar, ataupun dari warga di lingkungan pendidikan.

Memprihatinkan Angka Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Meningkat, Begini Solusinya
Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Modernisasi Beragama Kemenko PMK, Warsito memberikan keterangan pers dalam  Deputy Meet The Press di Jakarta Senin (19/08/2024) (katafoto/HO/Kemenko PMK)

“Untuk menangani kekerasan di lingkungan pendidikan perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pemberian pemahaman atau edukasi terkait kekerasan fisik, verbal dan seksual perlu diberikan tidak hanya oleh tenaga pendidik, namun juga oleh orang tua di rumah sehingga anak-anak dapat menandai perilaku yang mengarah pada kekerasan dan dapat menghindarinya,” ujar Warsito dikutip dari keterangan tertulis Kemenko PMK.

Orang tua juga dapat mengetahui sejak dini apabila ada perubahan perilaku dan anak-anaknya bila terindikasi menjadi korban kekerasan.

Sekolah perlu memiliki guru bimbingan konseling yang memiliki kompetensi untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah. Kompetensi ini bisa didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan khusus apabila belum memiliki guru-guru dengan latar belakang Pendidikan Psikologi. Guru memiliki peran penting dalam memantau tempat di mana murid biasa bermain setelah pulang sekolah seperti di warung atau kafe tempat mereka bermain sehingga sapat memantau murid sebelum terjadinya tindakan kekerasan dan kejadian yang tidak diinginkan.

“Untuk itu diperlukan penambahan Guru Bimbingan Konseling pada satuan pendidikan dasar dan menengah dengan rasio jumlah siswa binaan yang proporsional,” ujar Warsito.

Saat ini, Kemenko PMK terus berupaya memaksimalkan peran satuan tugas terpadu yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk dapat melakukan pencegahan dan memberi respon cepat setiap kali terjadi tindak kekerasan di lingkungan pendidikan. Kementerian Agama juga dilibatkan dalam Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang melibatkan organisasi sosial keagamaan (bukan ASN).

“TPPK perlu bekerjasama dengan masyarakat dengan pengawasan berkala pada beberapa tempat di sekolah atau luar sekolah, mengidentifikasi tempat rawan bullying atau kekerasan,” ungkap Deputi Warsito.

Untuk mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan yang dilakukan oleh warga sekolah maka proses rekrutmen harus dilakukan secara ketat pada pendidik dan tenaga kependidikan sampai staf kebersihan, keamanan, dan lain sebagainya.

“Apabila ada oknum yang terlibat menjadi pelaku kekerasan maka perlu dilakukan rotasi atau mutasi sehingga yang bersangkutan tidak lagi bekerja dalam lingkungan Pendidikan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari timbulnya trauma di kalangan peserta didik dan menutup peluang bagi yang bersangkutan untuk kembali melakukan tindak kekerasan,” imbuh Warsito.

Warsito juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada media massa yang secara intens memberitakan berbagi isu mengenai kekerasan di lingkungan pendidikan. Menurutnya, pemberitaan media sangat membantu dalam mengedukasi masyarakat supaya menjadi pembelajaran dan mencegah terjadinya kekerasan berulang kembali. Selain itu dengan pemberitaan media juga bisa ditanggapi oleh pemerintah untuk bergerak cepat menangani permasalahan.

Baca Juga

Jakarta Fair 2025 Resmi Dibuka: Dorong Ekonomi Kreatif dan UMKM

Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, secara resmi...

Peringatan BMKG: Gelombang Tinggi Ancam Perairan Selatan Indonesia

Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan...

Pemprov DKI Siap Terapkan WFA untuk ASN, Pramono: Ini Sudah Jadi Kebutuhan

Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan siap...

Pulau Citlim Rusak, KKP Tindak Tambang Ilegal demi Jaga Lingkungan Laut

Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan, Kementerian Kelautan dan...

ASN Kini Bisa WFA, Pemerintah Resmikan Aturan Kerja Fleksibel

Jakarta - Pemerintah terus melanjutkan upaya reformasi birokrasi dengan...

Ikuti kami

- Notifikasi berita terupdate

Terkini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini