Jakarta – Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berhasil mempertahankan inflasi tahun 2024 pada tingkat 1,57% (yoy), berada dalam rentang target 2,5%±1%. Capaian ini merupakan hasil sinergi kebijakan moneter, fiskal, serta upaya pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID). Inflasi yang terkendali diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan apresiasi kepada Gubernur BI, Menteri Dalam Negeri, serta seluruh kementerian/lembaga yang berperan dalam pencapaian ini.
“Untuk tahun 2025, langkah pertama adalah menjaga inflasi dalam kisaran 2,5%±1% guna mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya dalam konferensi pers usai High Level Meeting TPIP 2025 di Jakarta, Jumat (31/1).
Inflasi tahun 2024 sebesar 1,57% (yoy) menurun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 2,61% (yoy). Angka ini merupakan yang terendah dalam dua dekade terakhir. Dibandingkan dengan negara-negara G20, inflasi Indonesia jauh lebih rendah, seperti Argentina (118% yoy), Turki (44,28% yoy), Rusia (9,5% yoy), dan Amerika Serikat (2,90% yoy).
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2024 mencapai 4,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan banyak negara maju seperti Prancis (1,20%), Inggris (1,00%), dan Italia (0,5%). Berdasarkan data IMF Oktober 2024, Indonesia menempati peringkat ke-8 ekonomi terbesar dunia berdasarkan Produk Domestik Bruto (GDP) dengan Paritas Daya Beli (PPP) sebesar USD4,4 triliun, mengungguli Prancis dan Inggris.

High Level Meeting TPIP menyepakati tiga langkah strategis untuk menjaga inflasi tetap stabil:
- Mempertahankan inflasi dalam kisaran 2,5%±1% pada 2025.
- Mengendalikan inflasi komponen Volatile Food (VF) pada kisaran 3,0%-5,0%.
- Memperkuat koordinasi pusat dan daerah melalui Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2025-2027.
Peta jalan ini mencakup upaya seperti menjaga keterjangkauan harga pangan dan tarif angkutan selama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), meningkatkan produktivitas pangan, memperlancar distribusi pangan antarwilayah, serta memperkuat ketersediaan data dan komunikasi untuk mengelola ekspektasi inflasi masyarakat.
Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) akan dilanjutkan pada 2025 untuk mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga. Pemerintah juga akan menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi 2025 dengan tema
“Produktivitas untuk Ketahanan Pangan dan Stabilitas Harga” pada 28 Agustus 2025 di Istana Negara, dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Anggaran ketahanan pangan 2025 sebesar Rp144,6 triliun akan dialokasikan untuk diversifikasi pangan, stabilisasi harga, dan peningkatan produktivitas petani. Selain itu, pemerintah memberikan dukungan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Non-Fisik, seperti pembangunan irigasi, jalan pertanian, dan program pekarangan pangan lestari.
Pemerintah juga mengeluarkan berbagai paket stimulus ekonomi untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan, antara lain:
- Diskon harga tiket pesawat dan tarif tol selama Ramadan dan Lebaran.
- Program Harbolnas 2025, Epic Sales 2025, dan BINA Diskon 2025.
- Bantuan pangan beras untuk 16 juta keluarga penerima manfaat (KPM) sebesar 10 kg/bulan pada Januari-Februari 2025.
- Diskon tarif listrik untuk pelanggan 450 VA hingga 2200 VA selama Januari-Februari 2025.
- Insentif pajak (PPN DTP dan PPh DTP) untuk sektor properti, otomotif, dan padat karya.
Pemerintah akan mendorong Skema Kredit Padat Karya untuk meningkatkan produktivitas industri nasional. Skema ini menawarkan plafon pinjaman antara Rp500 juta hingga Rp10 miliar, suku bunga rendah, dan jangka waktu fleksibel 5-8 tahun. Sektor yang diprioritaskan meliputi tekstil, pakaian jadi, furnitur, kulit, alas kaki, mainan anak, serta makanan dan minuman.
“Pemerintah memberikan subsidi bunga sebesar 5% untuk masing-masing debitur dan telah menyediakan anggaran sebesar Rp20 triliun pada 2025 untuk mencapai target penyaluran. Skema kredit ini ditujukan untuk sektor-sektor industri padat karya, seperti pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit, barang dari kulit, alas kaki, mainan anak, serta makanan dan minuman,” ujar Airlangga.