Jakarta – Bareskrim Polri melaporkan hasil operasi pemberantasan peredaran narkotika sepanjang Januari hingga Februari 2025. Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat upaya pemberantasan kejahatan, termasuk narkoba.
Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol. Wahyu Widada, mengungkapkan bahwa dalam dua bulan terakhir, pihaknya bersama jajaran Polda telah berhasil mengungkap 6.681 kasus narkoba. Dari operasi tersebut, sebanyak 9.586 tersangka berhasil diamankan.
“Sebanyak 16 dari mereka adalah warga negara asing, termasuk empat tersangka yang diduga terkait dengan jaringan Fredy Pratama,” ujar Wahyu dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (05/3).
Lebih lanjut, Wahyu menjelaskan bahwa tujuh dari ribuan tersangka tersebut diketahui sebagai bagian dari jaringan Fredy Pratama dan ditangkap dalam empat kasus terpisah.

Selain itu, sebanyak 336 individu yang hanya berperan sebagai pengguna narkotika telah menjalani rehabilitasi. Sementara itu, 255 kasus diselesaikan melalui mekanisme restoratif justice.
Barang Bukti Narkoba Senilai Rp2,7 Triliun
Dalam operasi tersebut, Bareskrim Polri menyita berbagai jenis narkoba dengan total berat mencapai 4,1 ton. Berikut rinciannya:
- Sabu: 1,25 ton
- Ekstasi: 346.959 butir (138,78 kg)
- Ganja: 493 kg
- Kokain: 3,4 kg
- Tembakau sintetis (gorila): 1,6 ton
- Obat keras: 2.199.726 butir (659,91 kg)
Jika dikonversikan ke dalam nilai ekonomi, seluruh barang bukti ini setara dengan Rp2,7 triliun.
“Kami memperkirakan bahwa dengan pengungkapan ini, sebanyak 11.407.315 orang dapat diselamatkan dari dampak buruk penyalahgunaan narkoba,” tegas Wahyu.

Dalam pemaparannya, Wahyu mengungkapkan bahwa para pelaku menggunakan berbagai modus untuk menyelundupkan narkotika. Empat pola utama yang ditemukan dalam pengungkapan kasus kali ini adalah:
- Pengiriman darat antar provinsi: Narkoba diselundupkan dari Sumatera ke Jawa melalui jalur darat.
- Penyelundupan lewat jalur laut: Barang haram dikirim dari kawasan “Golden Triangle” dan “Golden Crescent” ke Samudra Hindia, lalu masuk ke perairan Aceh menggunakan kapal laut.
- Penyamaran dalam kargo ekspedisi resmi dan kurir individu: Pelaku memanfaatkan jasa ekspedisi atau menyamarkan narkoba dalam barang bawaan kurir yang masuk ke Indonesia.
- Laboratorium narkotika di kawasan elite: Pembuatan narkoba dilakukan di rumah-rumah mewah dengan sistem keamanan ketat agar tidak terdeteksi aparat.
Untuk memberikan efek jera, Wahyu menegaskan bahwa para tersangka juga akan dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dengan penerapan pasal ini, diharapkan peredaran narkotika dapat dihentikan secara lebih efektif dengan menelusuri dan membekukan aset yang berasal dari hasil kejahatan tersebut.