Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan alasan di balik keputusan pemerintah menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura. Ia mempertanyakan logika dari kebijakan tersebut, mengingat Singapura bukanlah negara penghasil minyak.
“Masa kita impor dari negara yang tidak punya minyak? Dulu mereka urus air, sekarang kita dikasih minyak. Ampun,” ujar Bahlil dalam forum Energi dan Mineral 2025 yang digelar oleh B-Universe bersama Kementerian ESDM di Jakarta, Senin (26/5).
Menurutnya, praktik impor BBM dari Singapura adalah sesuatu yang ironis, karena Indonesia sendiri memiliki potensi sumber daya minyak yang jauh lebih besar.
“Kita impor BBM dari Singapura, yang bahkan tidak memiliki minyak. Ini aneh dan tidak masuk akal,” lanjut Bahlil.
Ia juga menyoroti bahwa harga BBM impor dari Singapura sejajar dengan harga dari Timur Tengah, yang notabene merupakan kawasan penghasil minyak dunia.
“Harganya sama saja dengan impor dari Timur Tengah. Maka, lebih baik kita langsung beli dari sana. Middle East itu punya minyak, logikanya lebih masuk akal,” ungkapnya.
Lebih dari itu, Bahlil menyampaikan bahwa pemerintah kini fokus untuk meningkatkan produksi dalam negeri demi mengurangi ketergantungan terhadap impor. Targetnya, Indonesia bisa memproduksi hingga satu juta barel per hari pada 2030, sesuai instruksi Presiden Prabowo Subianto.
“Arahan Bapak Presiden, pada 2029 atau 2030 maksimal, produksi minyak kita harus mencapai 900 ribu hingga 1 juta barel per hari. Ini bukan soal bisa atau tidak, tapi soal harga diri bangsa,” tutup Bahlil.