Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan kesiapan penuh untuk menyelenggarakan pemilu nasional dan daerah secara terpisah, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos menegaskan bahwa putusan tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap aspek teknis penyelenggaraan pemilu.
“Dari sisi penyelenggaraan, saya rasa tidak ada pengaruhnya,” ujar Betty dalam keterangan tertulis, Rabu (23/7).
Ia menjelaskan, KPU telah memiliki pengalaman panjang dalam menggelar pemilu, baik secara serentak maupun terpisah. “Kami sudah pernah menyelenggarakan pilpres dan pileg secara terpisah, juga pernah melaksanakan pilkada secara sendiri, dan pernah juga melangsungkan pileg serta pilpres secara bersamaan lalu dipisahkan dari pilkada. Jadi, pengalaman itu sudah kami miliki,” jelasnya.
Meski demikian, Betty menyebut pihaknya masih menunggu aturan turunan berupa undang-undang terbaru sebagai landasan pelaksanaan teknis pemilu ke depan. Undang-undang itu akan menjadi pedoman resmi KPU dalam menjalankan amanat MK.
“Semua tergantung pada keputusan pembentuk undang-undang yang akan menindaklanjuti bunyi putusan Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah harus dilakukan secara terpisah, dengan jarak waktu paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan.
Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil kepala daerah.
Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui Ketua Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”