Yogyakarta – Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mengatasi penyakit Tuberkulosis (TBC), yang pada 2024 diperkirakan menyebabkan 125 ribu kematian. Menanggapi kondisi ini, tim peneliti Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika (DIKE) Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dipimpin oleh Wahyono, mengembangkan TBScreen.AI, aplikasi skrining TBC berbasis kecerdasan buatan pertama di Indonesia. Aplikasi ini dapat diakses melalui tautan http://tbscreen.ai.
Wahyono menjelaskan, inovasi ini selaras dengan strategi pemerintah dalam memberantas TBC, salah satunya dengan memanfaatkan hasil riset dan teknologi, termasuk computer-aided diagnosis (CAD) berbasis artificial intelligence (AI). “Penggunaan teknologi ini diharapkan dapat membantu proses skrining. Bahkan WHO merekomendasikan CAD sebagai alat bantu membaca hasil rontgen dada,” ungkapnya di kampus UGM, Jumat (8/8).
Aplikasi ini dirancang agar dapat digunakan baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat umum. Pengguna hanya perlu mengunggah foto rontgen dada, dan sistem akan secara otomatis menganalisis serta menampilkan persentase kemungkinan terindikasi TBC. Namun, Wahyono menegaskan, hasil ini bukan diagnosis akhir dan tetap memerlukan konfirmasi dokter.
Melansir dari laman ugm, pengembangan TBScreen.AI merupakan bagian dari proyek riset yang didanai program KONEKSI, inisiatif Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia. Proyek ini dipimpin oleh Antonia Morita I. Saktiawati dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, dengan Wahyono sebagai Koordinator Tim AI. Kolaborasi juga melibatkan University of Melbourne, Monash University Indonesia, Universitas Sebelas Maret, Pusat Rehabilitasi YAKKUM, SAPDA, serta YPKMP.

Menurut Wahyono, perancangan aplikasi dimulai dengan mengumpulkan data dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Data tersebut divalidasi oleh Tim Klinis yang dipimpin dr. Antonia Morita I. Saktiawati dan Tim Radiologi yang diketuai Prof. Lina Choridah, Sp.Rad(K). Setelah validasi, tim membangun model AI menggunakan Digital Image Processing, Computer Vision, dan Machine Learning.
Model AI dilatih dengan dataset yang dibagi menjadi data training dan validation. Saat ini, tingkat validitasnya mencapai sekitar 64% dari 936 data rontgen yang dianalisis, dan tim masih menunggu tambahan data dari RSUD Mimika untuk meningkatkan akurasi.
Fitur utama aplikasi ini adalah skrining otomatis foto rontgen dada, menghasilkan nilai probabilitas terindikasi TBC antara 0–100%. Akses penuh diberikan kepada tenaga kesehatan, sementara masyarakat umum dapat menggunakannya dengan fitur terbatas. Aplikasi ini juga memiliki fungsi pengumpulan dataset tambahan guna memperkaya variasi data dan meningkatkan performa AI.
TBScreen.AI yang dirilis secara terbatas telah melakukan sosialisasi di Balkesmas Klaten (2 Agustus) dan RSUD Mimika (7 Agustus 2025), yang menjadi proyek percontohan.
“Rilis terbatas ini bertujuan untuk mengumpulkan masukan dari tenaga kesehatan di dua lokasi tersebut sebelum peluncuran skala nasional yang direncanakan akhir tahun ini,” jelas Wahyono.
Hadirnya TBScreen.AI diharapkan dapat mempercepat deteksi TBC, khususnya di wilayah terpencil atau fasilitas kesehatan yang kekurangan tenaga dokter.