Kepulauan Seribu – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Seribu bersama pemerintah pusat terus menggencarkan upaya pemulihan ekosistem di kawasan Pulau Pari. Langkah ini diambil menyusul terjadinya pengerukan pasir laut ilegal di sekitar Pulau Gugus Lempeng dan Pulau Biawak, Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.
Lurah Pulau Pari, Muhammad Ardiansyah, menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan di wilayah tersebut bermula dari aktivitas pembangunan dan reklamasi di Gugus Lempeng pada 17 Januari 2025. Akibat kegiatan itu, sekitar 20.000 pohon mangrove mengalami kerusakan.
“Hasil pengawasan menunjukkan pembangunan wisata dan resor tersebut belum memiliki izin lengkap serta belum melalui kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Karena itu, proyek tersebut dihentikan oleh pemerintah daerah bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada akhir Januari,” ujarnya, Rabu (8/10).
Ardiansyah menambahkan, aktivitas pembangunan sempat menimbulkan keresahan masyarakat karena tidak hanya merusak ekosistem pesisir, tetapi juga mengganggu aktivitas nelayan yang menggantungkan hidupnya pada laut.
“Untuk memulihkan kondisi lingkungan di Pulau Pari, Pemkab Kepulauan Seribu bersama pemerintah pusat, komunitas lingkungan, dan masyarakat terus melakukan rehabilitasi dengan menanam kembali mangrove serta memperbaiki terumbu karang,” jelasnya dikutip dari laman berita jakarta.
Ia mengingatkan bahwa proses pemulihan mangrove hingga tumbuh kembali secara alami membutuhkan waktu panjang. Karena itu, ia mengajak seluruh pihak untuk menjaga dan merawat ekosistem laut agar tidak kembali rusak.
“Mari kita jaga alam ini bersama demi kelangsungan hidup dan masa depan anak cucu kita,” ujarnya.
Sementara itu, Kasi Teknis Ahli Bidang Peran serta Masyarakat Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Kepulauan Seribu, Riza Lestari Ningsih, menyebutkan bahwa perizinan pembangunan tersebut berada di bawah kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya berperan dalam pengawasan kegiatan di lapangan.
“Pada September lalu, kami menerima laporan bahwa papan larangan pembangunan di lokasi sempat hilang. Setelah dilakukan pengecekan dan pelaporan, beberapa hari kemudian papan tersebut kembali terpasang,” ungkapnya.
Di sisi lain, Sumiati, warga RT 02/04 Kelurahan Pulau Pari, menyatakan kekecewaannya terhadap pembangunan yang telah merusak lingkungan pesisir. Namun, ia dan warga kini berinisiatif melakukan penanaman kembali mangrove sebagai bentuk kepedulian terhadap alam.
“Sedikit demi sedikit kami sudah mulai menanam lagi. Harapannya mangrove bisa tumbuh dengan baik, dan kami akan turut mengawasi agar tidak ada lagi pembangunan yang merusak ekosistem di sini,” tuturnya.