Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus memperkuat tata kelola pemantauan kualitas udara melalui pendekatan berbasis data dan kolaborasi lintas sektor.
Saat ini, Jakarta menjadi kota dengan sistem pemantauan kualitas udara terintegrasi dan paling luas di Indonesia, dengan total 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang aktif tersebar di seluruh wilayah ibu kota.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan bahwa sistem pemantauan tersebut mengombinasikan stasiun referensi dengan sensor berbiaya rendah (Low-Cost Sensor/LCS) yang ditempatkan di berbagai titik strategis.
“Melalui sistem terintegrasi ini, kami bisa memantau kondisi udara secara real time dan mengambil langkah mitigasi lebih cepat untuk melindungi kesehatan masyarakat,” ujar Asep, Jumat (17/10).
Menurutnya, jaringan SPKU merupakan hasil kolaborasi antara DLH DKI Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), BMKG, perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, serta mitra dari sektor swasta.
Seluruh data pemantauan udara tersebut terhubung dengan portal publik udara.jakarta.go.id, yang menampilkan informasi kualitas udara terkini berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Melalui portal ini, warga dapat memantau kondisi udara harian, melihat peta sebaran sensor, mengetahui wilayah dengan kualitas udara terbaik maupun terburuk, serta memperoleh rekomendasi aktivitas yang aman bagi kelompok umum maupun sensitif.
“Jakarta telah membuktikan bahwa tata kelola data yang terbuka dan terintegrasi tidak hanya memperkuat kebijakan berbasis bukti, tetapi juga meningkatkan partisipasi publik untuk hidup lebih sehat dan berkelanjutan,” kata Asep.
Sementara itu, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Ana Turyati, menilai langkah Jakarta memperluas sistem pemantauan kualitas udara dapat menjadi contoh bagi daerah lain. Menurutnya, pemantauan yang baik akan menghasilkan data akurat dan dapat dijadikan dasar penyusunan kebijakan lingkungan yang efektif.
“Dari data itu, kita bisa melihat tren pencemaran, mengevaluasi efektivitas kebijakan, sekaligus memberikan peringatan dini kepada masyarakat,” ujarnya.
Ana menambahkan, desain jaringan stasiun pemantauan udara di kawasan perkotaan sebaiknya mencakup berbagai karakteristik wilayah, mulai dari area permukiman padat, kawasan industri, titik lalu lintas padat, hingga perbatasan kota.
“Pemantauan kualitas udara bukan sekadar mencatat angka, tetapi menjadi pijakan penting bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan pengendalian polusi yang akurat dan terukur,” tandasnya.