Aceh – Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Andi Amran Sulaiman, menegaskan bahwa Provinsi Aceh berada dalam kondisi surplus beras yang sangat besar. Karena itu, tidak ada alasan bagi pihak mana pun untuk melakukan impor, terutama secara ilegal.
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul temuan dan penyegelan 250 ton beras ilegal di Pelabuhan Sabang, Aceh, pada Minggu (23/11).
Amran menjelaskan, sejak laporan awal diterima, ia langsung berkoordinasi dengan Gubernur Aceh. Seluruh data menunjukkan bahwa Aceh berada dalam posisi surplus yang sangat kuat. Berdasarkan neraca pangan, Aceh memiliki ketersediaan beras hingga 1,35 juta ton dengan kebutuhan 667,7 ribu ton, sehingga menyisakan surplus 871,4 ribu ton. Bahkan Sabang, yang memiliki wilayah terbatas, tetap mencatatkan surplus 970 ton, dengan stok 5.911 ton dan kebutuhan 4.940 ton.
Dengan kondisi tersebut, katanya, upaya impor beras tidak sejalan dengan prinsip dasar manajemen pangan. Ia juga langsung menghubungi Kapolda Aceh, Kabareskrim Polri, Pangdam Iskandar Muda, dan Menteri Perdagangan. Hasil penelusuran memastikan bahwa pemerintah pusat tidak pernah mengeluarkan izin impor beras tersebut.
“Aceh surplus. Sabang juga surplus. Jadi tidak ada alasan untuk impor. Begitu laporan masuk, langsung saya instruksikan aparat bergerak cepat,” tegas Amran dikutip
Ia menambahkan, cadangan pangan nasional saat ini juga berada pada titik yang sangat kuat. Berdasarkan data BPS, produksi beras nasional diperkirakan mencapai 34,7 juta ton, sementara stok Bulog telah menyentuh 3,8 juta ton—angka tertinggi sepanjang sejarah.
Dalam situasi yang stabil, ia menilai upaya pemasukan beras ilegal merupakan tindakan yang merugikan petani dan dapat mengganggu stabilitas pangan. “Jangan impor saat stok kita banyak dan ketika petani mulai musim tanam. Itu menyakiti petani. Negara harus hadir melindungi mereka,” ujarnya.
Amran juga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam permohonan impor tersebut. Risalah rapat koordinasi pada 14 November telah memutuskan penolakan permohonan impor, tetapi izin dari negara asal justru terbit lebih dulu. Hal ini mengindikasikan adanya tindakan yang tidak sesuai prosedur dan kemungkinan melibatkan pihak-pihak tertentu.
Pemerintah kini menelusuri potensi kasus serupa di wilayah lain, termasuk Batam. Amran menegaskan bahwa upaya penyelundupan pangan tidak akan ditoleransi demi menjaga harga, melindungi petani, dan mempertahankan momentum Indonesia menuju swasembada.
“Ini peringatan tegas. Jangan coba-coba memasukkan beras ilegal. Kita sedang menuju swasembada dan tidak boleh diganggu,” tutupnya.

