Depok – Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan komitmen pemerintah untuk menindak tegas industri yang masih membuang limbah ke Sungai Cipinang.
Pernyataan tersebut disampaikan Hanif saat memimpin kegiatan aksi bersih-bersih Sungai Cipinang bersama Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah, komunitas lingkungan, dan warga sekitar di kawasan Curug serta Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, pada Minggu (12/10).
Menurut Hanif, kondisi Sungai Cipinang kini tergolong kritis akibat pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumah tangga. Ia menegaskan, dalam waktu satu bulan ke depan akan dilakukan penertiban besar-besaran terhadap pembuangan limbah industri di sepanjang aliran sungai tersebut.
“Bulan depan kami bersama pemerintah kota akan menertibkan limbah industri terlebih dahulu. Setelah itu baru kita tangani limbah domestik. Semua pihak tahu, limbah masuk ke sungai mulai dari hulu di Situ Jatijajar hingga sepanjang 30 kilometer alirannya,” ujar Hanif dikutip dari laman berita depok.
Ia mengungkapkan, terdapat 21 pabrik di sepanjang aliran Sungai Cipinang yang diketahui masih membuang limbah langsung ke sungai. Kepada seluruh pelaku industri tersebut, Hanif memberikan batas waktu satu bulan untuk memperbaiki sistem pengelolaan limbah mereka.

“Mulai sekarang, kami beri waktu satu bulan. Setelah itu, tidak boleh ada lagi limbah industri yang mengalir ke sungai. Jika tidak dipatuhi, kami akan menegakkan aturan secara tegas. Tidak ada alasan—termasuk soal tenaga kerja. Bila perlu, pabrik akan kami tutup,” tegasnya.
Hanif menambahkan, pemerintah akan menerapkan sanksi pidana sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 98 yang mengatur tentang pencemaran lingkungan.
“Apabila masih ada industri yang membuang limbah ke sungai, kami tidak akan segan menjatuhkan sanksi pidana. Mau disengaja atau tidak, tetap ada konsekuensinya. Jika limbah yang dibuang tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3), hukumannya tentu lebih berat,” jelasnya.
Hanif juga menegaskan bahwa pemasangan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah kewajiban setiap industri dan bukan sesuatu yang sulit dilakukan.
“Biayanya tidak besar, hanya sekitar Rp50 juta hingga Rp100 juta. Kalau ada kemauan, pasti bisa dilakukan. Minimal, ada pengurangan limbah yang masuk ke sungai,” ujarnya.
Selain penertiban industri, Hanif menyoroti pentingnya kerja sama lintas sektor dalam menangani limbah domestik masyarakat.
“Untuk limbah rumah tangga, kami akan berkoordinasi dengan Kementerian PUPR dan instansi terkait. Karena menyangkut banyak warga, maka penanganannya akan dilakukan secara bertahap dan terencana,” pungkasnya.