Jakarta – Dukungan terhadap kebijakan pemerintah yang melarang impor pakaian dan tas bekas ilegal (balpres) kembali menguat. CEO Sinergi ADV Nusantara, Prama Tirta Leksana, menegaskan bahwa pelaku UMKM membutuhkan keberpihakan negara untuk melindungi industri kreatif lokal yang kini terdesak oleh serbuan barang bekas impor.
Dalam konferensi pers di kedai ngopi di halaman, Jakarta Jumat (28/11), Prama memperkenalkan gerakan baru bertajuk “Indonesia Emas, Bukan Indonesia Bekas”.
“Hari ini kami berkumpul bersama API, komunitas suporter, Bang Irlan, Ketua IKM, dan berbagai pihak untuk melahirkan simbol serta slogan baru: Indonesia Emas, Bukan Indonesia Bekas,” ujarnya.
Prama mengaku sempat merasa pesimistis melihat kuatnya pembelaan terhadap masuknya balpres ilegal, termasuk anggapan bahwa persoalan ini hanyalah “siklus tahunan”.

“Ada yang bilang, ‘Nanti juga aman lagi.’ Saya punya rekamannya. Lalu, bagaimana penegakan hukum kita? Seperti apa sikap negara?” ucapnya.
Menurut Prama, dampak pakaian bekas ilegal bukan hanya merugikan pelaku usaha dan pendapatan negara, tetapi juga mematikan kreativitas generasi muda. Ia mengungkapkan kondisi perusahaannya yang terdampak langsung: dari 200 mesin konveksi yang beroperasi, kini hanya 10 yang masih berjalan.
“Generasi kita jadi tidak berkembang. Karena banjir pakaian murah, mereka lebih memilih membeli barang bekas 25–50 ribu ketimbang berkreasi,” katanya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa dan Presiden Prabowo Subianto yang tegas melarang masuknya barang ilegal tersebut. “Saya percaya 1000% pada Pak Prabowo. Beliau sangat menghargai UKM. Dukungan beliau total,” tegasnya.
Ketika diminta memberikan pesan kepada para pemuda yang hobi thrifting, Prama meminta mereka memahami dampaknya terhadap industri dalam negeri. Ia kembali mengingatkan pesan Presiden Soeharto pada 1995 tentang pentingnya mencintai produk lokal.
“Tanpa rasa cinta tanah air, kita akan kesulitan,” ujarnya.
Dukungan serupa datang dari komunitas suporter sepak bola. Abi Irlan dari The Jak Mania Garis Keras menyebut bahwa maraknya pakaian bekas impor juga memukul bisnis merchandise lokal, termasuk apparel resmi klub.
“Harga apparel resmi bisa mendekati satu juta, sementara barang bekas bermerek jauh lebih murah. Ini sangat memengaruhi kami,” katanya.
Ia menegaskan bahwa The Jak Mania akan aktif mengkampanyekan gerakan anti-balpres. Malam ini, mereka menyiapkan pemasangan spanduk besar di tribun sebagai bentuk dukungan.

Sementara itu, Ketua Himpunan Alas Kaki Nusantara (HIPAN), David Chalik, menyampaikan bahwa negara wajib menegakkan aturan agar pelaku industri dalam negeri terlindungi.
“Kalau aturan ditegakkan, industri berkembang, lapangan kerja bertambah, dan produk Indonesia bisa menjadi raja di negeri sendiri. Kita tidak boleh menyerah,” ujarnya.
Sejumlah asosiasi lain yang hadir juga menyatakan dukungan, termasuk Nandi Herdiaman dari Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Danang Girindrawardana dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Redma Gita Wirawasta dari APSyFI, serta Muhammad Arief Nasution dari AIKMI.

