Jakarta – Sebanyak 75% produk industri manufaktur dalam negeri dipasarkan di pasar domestik, sementara 25% sisanya diekspor. Berdasarkan data Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dari Kementerian Perindustrian, kinerja sektor ini terus menunjukkan ekspansi meskipun menghadapi ketidakstabilan global. Hal ini menegaskan bahwa stabilitas ekonomi dan daya beli domestik menjadi faktor utama dalam mendukung keberlanjutan industri manufaktur di Indonesia.
Pada November 2024, IKI mencatat nilai 52,95, meningkat 0,20 poin dibandingkan Oktober 2024 dan 0,52 poin dibandingkan November 2023. Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, ekspansi ini ditopang oleh pertumbuhan di 21 subsektor yang menyumbang 99,3% terhadap PDB Industri Manufaktur Nonmigas pada Triwulan II 2024.
Faktor pendukung kenaikan ini adalah peningkatan indeks pesanan baru sebesar 2,58 poin menjadi 54,2. Namun, indeks produksi justru mengalami kontraksi 2,84 poin ke angka 49,72, akibat kenaikan harga bahan baku impor yang disebabkan oleh penguatan nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah.

Pertumbuhan sektor industri manufaktur domestik juga didorong oleh program pemerintah, termasuk hilirisasi industri dan pemberian makanan bergizi gratis. Program-program ini menciptakan optimisme di kalangan pelaku industri, terutama yang berorientasi pada pasar domestik.
Adapun subsektor dengan ekspansi tertinggi adalah:
- Industri Peralatan Listrik, didukung oleh proyek PLN dan pengadaan charger untuk kendaraan listrik.
- Industri Minuman, terdorong oleh persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Natal-Tahun Baru.
- Industri Pencetakan dan Media Reproduksi, dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan bahan kampanye Pilkada.
Namun, dua subsektor mengalami kontraksi:
- Industri Pengolahan Lainnya: Produk ekspornya, seperti perhiasan dan mainan, menghadapi penurunan permintaan dari negara tujuan akibat perlambatan ekonomi global.
- Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan: Penurunan terjadi karena efisiensi produksi di tengah ketidakpastian global.
Tim Analis IKI mencatat bahwa industri berorientasi domestik memiliki performa lebih baik dibandingkan yang berorientasi ekspor. IKI untuk pasar domestik mencapai 53,33, lebih tinggi dibandingkan pasar ekspor yang berada di angka 52,39.
Namun, sektor domestik tidak luput dari tantangan. Industri Pengolahan Tembakau mengalami kontraksi akibat meningkatnya konsumsi rokok ilegal, yang berdampak pada penurunan permintaan produk resmi.
Febri mencatat bahwa ketegangan geopolitik dan pemilihan presiden di Amerika Serikat memberikan tekanan tambahan pada industri dalam negeri. Produsen menahan produksi sembari menunggu kebijakan ekonomi global yang lebih stabil.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan, Kemenperin mendorong kebijakan pro-industri, seperti pembatasan produk impor, untuk melindungi pasar domestik dan memperkuat industri nasional.
“Langkah ini diperlukan agar pelaku industri tetap optimis menghadapi tantangan global dan terus mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujar Febri dikutip dari keterangan tertulis Kemenperin.
Meski menghadapi tantangan, optimisme pelaku industri tetap tinggi. Sebanyak 30,8% industri melaporkan kondisi bisnis yang membaik pada November 2024, dengan optimisme terhadap kondisi enam bulan ke depan juga mengalami peningkatan.