Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta yang mengalami kekurangan pasokan segera menjalin kerja sama dengan Pertamina. Langkah ini dinilai penting untuk menjamin ketersediaan bahan bakar sekaligus mencegah terjadinya kelangkaan di masyarakat.
“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Sektor-sektor strategis seperti energi harus tetap berada dalam kendali negara agar kepentingan publik terlindungi,” ujar Bahlil dalam keterangan resmi, Senin (15/9).
Bahlil menegaskan, pemerintah telah memberi tambahan kuota impor BBM sebesar 10 persen kepada SPBU swasta pada 2025. “Kalau tahun lalu kuotanya 1 juta kiloliter, tahun ini kami tambahkan 10 persen menjadi 1,1 juta kiloliter. Jadi tidak tepat bila dikatakan kuota tidak diberikan,” jelasnya.
Ia menambahkan, koordinasi dengan Pertamina menjadi kunci, mengingat distribusi BBM adalah kebutuhan vital masyarakat. Pemerintah juga terus mengawasi kondisi di lapangan, termasuk dampak terhadap tenaga kerja, agar kelangkaan bisa segera diatasi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menegaskan, mekanisme impor BBM tetap dilakukan satu pintu melalui Pertamina sesuai regulasi. “Posisi kita sudah jelas. Dirjen Migas juga sudah menyatakan impor dilakukan lewat Pertamina,” katanya.
Dadan menyebut aturan impor BBM diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Pasal 12 ayat (2) Perpres tersebut menyatakan impor BBM tertentu hanya bisa dilakukan badan usaha setelah mendapat rekomendasi dari Menteri ESDM dan izin dari Menteri Perdagangan.
Menurutnya, Kementerian ESDM telah menerima sebagian besar data kebutuhan impor dari pengelola SPBU swasta, mencakup volume hingga spesifikasi BBM. Namun total kebutuhan belum bisa dipublikasikan karena masih menunggu data lengkap untuk diolah sebelum disampaikan ke Pertamina.