Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) yang melarang guru memberikan hukuman fisik kepada siswa di seluruh jenjang pendidikan. Dalam SE tersebut ditegaskan, setiap bentuk sanksi terhadap pelanggaran siswa harus berorientasi pada pendidikan dan pembinaan karakter, bukan kekerasan.
Kebijakan ini dikeluarkan menyusul terjadinya perselisihan antara orang tua murid dan seorang guru SMP di Subang, setelah sang guru menampar siswanya sebagai bentuk hukuman.
“Kalau anak melakukan kesalahan, berikan hukuman yang mendidik — misalnya membersihkan halaman, mengecat tembok, atau mengelola sampah. Hukuman fisik dilarang karena bisa menimbulkan konsekuensi hukum,” ujar Dedi Mulyadi, Jumat (7/11).
Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, menambahkan bahwa surat edaran tersebut sudah disebarkan ke seluruh satuan pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA/SMK, hingga Madrasah Aliyah (MA) di bawah naungan Kementerian Agama.
Menurut Herman, pendekatan disiplin terhadap siswa kini harus berubah dari yang bersifat menghukum menjadi membina dan edukatif.
“Penyelesaian masalah anak-anak harus bersifat mendidik, bukan menyakiti. Tujuannya agar tidak menimbulkan masalah baru,” jelasnya.
Ia menilai kebijakan ini penting untuk menyesuaikan dengan dinamika karakter anak di era digital, di mana pengaruh media sosial semakin kuat.
“Anak-anak sekarang perlu pendekatan pedagogis, bukan kekerasan. Kalau tidak diarahkan dengan bijak, mereka bisa lebih terpengaruh oleh media sosial dibandingkan guru atau orang tuanya,” tutur Herman.
Herman juga menekankan perlunya kerja sama antara sekolah, pemerintah, orang tua, dan masyarakat guna menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, dan berkarakter.

