Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersiap meluncurkan uji jalan bahan bakar nabati B50—campuran solar dengan 50 persen minyak sawit—pada awal Desember 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyebut langkah ini merupakan kelanjutan dari suksesnya pengujian laboratorium yang menunjukkan performa mesin dan filter kendaraan tetap stabil, serupa dengan transisi dari B30 ke B40.
“Uji jalan B50 akan menggunakan dua jenis solar, yakni solar konvensional dengan sulfur 2.000 ppm dan solar berstandar Euro 4 dengan sulfur 50 ppm,” ujar Eniya dalam keterangan resmi saat menjadi pembicara di forum 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) di Nusa Dua, Bali, Jumat (14/11).
Sebelumnya, pemerintah juga menguji campuran Hydrogenated Vegetable Oil (HPO) dengan B40 dan B35. Meski hasilnya lebih optimal, biaya instalasi yang tinggi serta harga HPO yang mencapai Rp24.000 per liter membuat pemerintah memutuskan uji jalan resmi menggunakan formula B50 penuh tanpa tambahan HPO.
Eniya menjelaskan, uji jalan B50 akan dilakukan serentak di enam sektor: otomotif, alat dan mesin pertanian (alsintan), genset, pertambangan, perkeretaapian, dan perkapalan. Durasi uji coba berbeda-beda, berkisar dua hingga delapan bulan, sesuai kondisi tiap sektor.
Ia menegaskan bahwa biodiesel bukan hanya program energi, melainkan agenda strategis nasional.
“Setiap peningkatan kadar pencampuran tidak sekadar angka, tetapi membawa nilai tambah bagi jutaan petani sawit, mendorong pembukaan lapangan kerja, dan menekan emisi karbon,” terangnya.
Indonesia kini tercatat sebagai pengguna biodiesel terbesar di dunia. Produksinya naik dari 8,4 juta kiloliter pada 2020 menjadi lebih dari 13 juta kiloliter pada 2025, dengan target penerapan B50 pada 2030.
Program biodiesel disebut mampu menghemat devisa hingga USD10,6 miliar per tahun, menciptakan lebih dari 41 ribu lapangan kerja, dan menurunkan emisi CO₂ sebesar 15,6 juta ton sepanjang 2025.
Mandatori biodiesel juga memperkuat ekosistem energi baru, melibatkan 24 produsen biodiesel, 28 distributor, serta 145 terminal BBM di seluruh Indonesia. Dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat melalui penguatan ekonomi desa hingga peningkatan ketahanan energi nasional.

