Jakarta – Pemerintah terus memperkuat koordinasi nasional dalam menghadapi wabah Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF) yang kini merebak sejumlah wilayah di Indonesia.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantin), Sahat M. Panggabean, menegaskan bahwa meskipun virus ini tidak berbahaya bagi manusia, dampaknya terhadap sektor peternakan sangat signifikan. Tingkat kematian ternak babi akibat ASF mencapai 100 persen, sehingga memengaruhi ekonomi para peternak.
“Virus ini tidak menular kepada manusia, dan pemerintah telah mempersiapkan langkah-langkah pencegahan yang komprehensif untuk melindungi peternak serta mencegah penyebarannya,” ujar Sahat dikutip dari laman infopublik.
Pemerintah telah meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk TNI dan Polri, untuk memperketat pengawasan di wilayah perbatasan dan jalur transportasi. Papua menjadi salah satu daerah yang mengalami lonjakan kasus ASF, di mana virus diduga masuk melalui distribusi daging babi ilegal atau dibawa penumpang. Kasus pertama ASF di Papua tercatat pada Januari 2021, yang kemungkinan berasal dari pekerja yang kembali dari liburan akhir tahun.

“Kondisi geografis Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini juga menyulitkan pengawasan, terutama di jalur-jalur tak resmi,” imbuhnya.
Optimisme pemerintah dalam menangani wabah ASF didukung oleh pengalaman Provinsi Bali, yang berhasil mengatasi wabah ini sejak 2019. “Koordinasi antara karantina, pemerintah daerah, dan Kementerian Pertanian menjadi kunci keberhasilan Bali,” ungkap Sahat.
Bali, yang sebelumnya menjadi episentrum ASF, kini berhasil memulihkan industri peternakannya dan bahkan mampu memasok daging ke wilayah lain seperti Kalimantan dan Sulawesi. Langkah-langkah seperti penerapan biosekuriti yang ketat, penggunaan disinfektan, serta edukasi masyarakat menjadi strategi utama dalam pengendalian wabah.
“Meski hingga kini belum ada vaksin untuk ASF, langkah preventif yang terintegrasi terbukti efektif. Pendekatan serupa akan diterapkan di Papua dan wilayah lain yang terdampak,” jelasnya.
Pemerintah telah menyusun rencana aksi lintas kementerian untuk mengatasi ASF. Beberapa langkah konkret yang telah dilakukan antara lain:
- Melakukan surveilans, deteksi dini, serta mempercepat penelitian dan pengembangan vaksin. Selain itu, juga menyediakan serum konvalesen untuk meningkatkan imunitas ternak.
- Memastikan kesehatan komoditas di pelabuhan, bandara, dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN), melakukan disinfeksi, serta mengedukasi masyarakat terkait pengendalian ASF.
- Mengawasi alat angkut di pelabuhan dan bandara serta mensosialisasikan standar pengangkutan kepada operator transportasi.
- Membantu peternak melalui restocking populasi babi dan memberikan edukasi bagi masyarakat terdampak.
- Memperketat pengawasan di jalur-jalur perbatasan resmi maupun ilegal, sekaligus mendukung operasi penegakan hukum.
- Melakukan riset untuk mengembangkan vaksin ASF sebagai solusi jangka panjang.
Sahat juga menekankan bahwa masyarakat memegang peranan penting dalam mencegah penyebaran ASF. Ia mengimbau peternak untuk segera melaporkan kasus ternak sakit dan memusnahkan babi yang terinfeksi dengan cara yang aman, seperti pembakaran atau penguburan.
“Kami juga meminta masyarakat untuk tidak membawa produk daging babi ke Papua, baik melalui jalur udara maupun laut, guna mencegah penyebaran lebih lanjut,” tegasnya.
Sahat mengungkapkan kesiapan pemerintah untuk memberikan pelatihan dan kunjungan lapangan bagi peternak di wilayah terdampak agar mereka dapat menerapkan langkah-langkah biosekuriti yang efektif.