Sebanyak 117 Warga Negara Indonesia (WNI) ditolak masuk oleh otoritas Imigrasi Arab Saudi setelah tiba di Bandara Internasional Pangeran Mohammad bin Abdulaziz, Madinah. Mereka diduga berniat melaksanakan ibadah haji menggunakan visa kerja, yang tidak sesuai peruntukannya. Seluruh WNI tersebut telah dipulangkan ke Tanah Air pada 15 Mei 2025.
Konsul Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Yusron B. Ambary, menyampaikan bahwa Tim Pelindungan Jamaah dari KJRI Jeddah menerima laporan pada 14 Mei 2025 tentang sekelompok WNI yang tertahan oleh pihak Imigrasi setempat. Mereka datang dengan visa kerja jenis amil, namun dicurigai akan berhaji secara tidak resmi.
“Sebanyak 117 WNI ini datang dalam dua kloter, yakni 49 orang menggunakan penerbangan Saudia SV827 pada 14 Mei, dan 68 orang lainnya dengan Saudia SV813 pada 15 Mei,” terang Yusron dikutip dalam keterangan tertulis pada Jumat (16/5).
Kecurigaan otoritas imigrasi muncul karena sebagian dari mereka berusia lanjut, sementara visa yang digunakan merupakan visa untuk pekerja konstruksi. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, sejumlah orang mengakui bahwa tujuan mereka adalah untuk menunaikan ibadah haji.

“Tim Pelindungan Jamaah KJRI Jeddah mendampingi proses pemeriksaan mulai dari pengambilan keterangan hingga identifikasi biometrik oleh petugas imigrasi Saudi,” lanjutnya.
Seluruh WNI tersebut kemudian dideportasi melalui penerbangan Saudia SV3316 pada 15 Mei, transit di Jeddah, dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta menggunakan Saudia SV826. Mereka dijadwalkan tiba di Indonesia pada 16 Mei 2025 pukul 22.45 WIB.
Data dari KJRI Jeddah menunjukkan bahwa antara 3 hingga 15 Mei 2025, lebih dari 300 WNI masuk ke wilayah Arab Saudi menggunakan visa kerja atau visa kunjungan dengan indikasi kuat akan menjalankan ibadah haji secara tidak resmi.
“Modus yang digunakan pun semakin variatif. Bila sebelumnya mereka tampil seragam, kini mereka menyiasatinya dengan cara lebih tersembunyi agar tidak mudah dikenali,” kata Yusron.
KJRI Jeddah kembali mengingatkan masyarakat Indonesia untuk tidak mencoba berhaji melalui jalur yang tidak sah, mengingat risiko hukum yang besar dan potensi kerugian materiil.
“Ibadah haji adalah amalan mulia yang harus dilaksanakan secara sah dan sesuai aturan. Jangan sampai niat baik berubah menjadi kerugian karena melanggar hukum. Uang bisa hilang, hajipun bisa gagal,” tegas Yusron.