Jakarta – Industri elektronik di Indonesia menunjukkan tren positif, seiring meningkatnya permintaan dalam negeri dan arus investasi. Pemerintah menempatkan industri elektronik sebagai salah satu sektor prioritas dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, karena perannya yang penting dalam mendukung ekosistem manufaktur nasional.
Meskipun mengalami perkembangan, neraca perdagangan elektronik Indonesia masih mencatat defisit pada 2024 sebesar USD16,2 miliar. Impor produk elektronika mencapai USD25,43 miliar, sementara ekspornya hanya sekitar USD9,23 miliar. Salah satu penyumbang terbesar impor adalah produk Air Conditioner (AC) untuk rumah tangga, dengan nilai USD420,46 juta, meskipun angka tersebut menurun sekitar 9 persen dari tahun sebelumnya.
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengungkapkan bahwa tingginya impor AC rumah tangga mencerminkan permintaan dalam negeri yang terus meningkat. Hal ini didorong oleh perubahan iklim, naiknya daya beli masyarakat, serta kesadaran akan kualitas udara yang mendorong penggunaan AC secara lebih luas.

“AC kini menjadi kebutuhan utama, bukan lagi barang mewah. Ini menunjukkan tantangan sekaligus peluang besar bagi industri dalam negeri,” ujar Faisol saat menghadiri peresmian pabrik baru PT Daikin Industries Indonesia, Jumat (16/5) di Jakarta.
Wamenperin menyampaikan apresiasinya atas investasi dan kontribusi Daikin yang membuka pabrik baru di kawasan GIIC Industrial Park. Fasilitas ini diyakini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai basis produksi AC di kawasan Asia Tenggara sekaligus mengurangi ketergantungan pada produk impor.
“Saya sangat mengapresiasi komitmen PT Daikin Industries Indonesia dalam mendukung pertumbuhan industri elektronik nasional,” ujarnya.
Daikin sebelumnya telah hadir di Indonesia melalui PT Daikin Manufacturing Indonesia yang fokus pada produksi AC tipe ducting dan Air Handling Units. Kini, entitas baru mereka akan memproduksi AC rumah tangga, dengan nilai investasi mencapai Rp3,3 triliun dan kapasitas produksi hingga 1,5 juta unit per tahun.
Lebih dari itu, pabrik baru ini juga menciptakan lapangan kerja bagi sekitar 950 hingga 1.000 tenaga kerja lokal, yang turut mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Namun, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah ketergantungan terhadap kompresor AC impor, yang nilainya pada 2024 mencapai USD244,29 juta. Menanggapi hal ini, pemerintah mendorong Daikin untuk mulai memproduksi komponen-komponen utama, termasuk kompresor, secara lokal guna memperkuat rantai pasok domestik dan mendukung kemandirian industri.
Dari sisi regulasi, produk AC di Indonesia telah diwajibkan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sejak diterapkannya Permenperin No. 34 Tahun 2013. Mulai Juli 2025, pengaturan teknis akan diperkuat melalui Permenperin No. 7 Tahun 2025, yang mewajibkan SNI untuk seluruh produk elektronik rumah tangga, termasuk AC.
“Dengan regulasi ini, kami ingin memastikan bahwa produk dalam negeri tidak hanya mampu bersaing dari sisi harga, tetapi juga dari segi kualitas dan keamanan,” jelas Faisol.