Jakarta – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta mewajibkan pengelola kawasan komersial dan perusahaan untuk mengelola sampahnya secara mandiri. Kebijakan ini bertujuan menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efisien, berkelanjutan, serta terkendali sejak dari sumbernya.
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa ketentuan tersebut sudah diatur dalam Pasal 12 Perda Nomor 4 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah, serta Pergub Nomor 102 Tahun 2021 mengenai kewajiban pengelolaan sampah oleh kawasan dan perusahaan.
“Kami ingin kebijakan ini berjalan maksimal agar alokasi APBD untuk pengelolaan sampah bisa lebih efisien dan dialihkan ke sektor yang lebih prioritas dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Asep dikutip dari laman berita jakarta, Senin (7/7).
Dorong Kemandirian Lewat Proyek “Pesapa Kawan”
Sebagai bentuk implementasi kebijakan, DLH menggagas proyek perubahan bernama “Pesapa Kawan” (Peningkatan Pengelolaan Sampah di Kawasan dan Perusahaan secara Mandiri melalui Skema Kerja Sama). Inisiatif ini diusung dalam rangkaian Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Angkatan VII Tahun 2025, dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno sebagai mentor proyek.
Melalui “Pesapa Kawan”, DLH mendorong kawasan dan perusahaan agar lebih mandiri dalam pengelolaan sampah dengan menggandeng BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) atau penyedia jasa pengelolaan sampah swasta yang telah memiliki izin resmi.
Proyek ini juga didukung oleh sistem digital real-time, standar operasional prosedur (SOP), pendekatan kolaboratif lintas sektor, serta pengawasan ketat guna mencegah praktik curang oleh operator jasa pengelola sampah.
Tiga Skema Pengelolaan Sampah Mandiri
DLH menawarkan tiga opsi skema pembiayaan mandiri bagi pelaku usaha dan kawasan:
- Menggunakan jasa swasta resmi yang memiliki izin pengelolaan sampah.
- Menggandeng BLUD UPST DLH DKI Jakarta secara langsung.
- Menggunakan BLUD UPST sebagai agregator, yang akan menunjuk pihak swasta berizin untuk mengelola sampah di kawasan atau perusahaan tersebut.
“Dengan tiga skema ini, pengelola kawasan diberikan fleksibilitas dalam memilih mitra pengelolaan yang sesuai kebutuhan,” jelas Asep.
Baru 21,6% Kawasan Taat Aturan
Meski telah digulirkan sejak beberapa tahun terakhir, implementasi pengelolaan mandiri masih rendah. Asep menyebut, hingga saat ini baru 21,6% kawasan komersial dan perusahaan yang telah bekerja sama dengan jasa pengelola sampah resmi, baik BLUD maupun swasta.
Padahal, kata dia, kolaborasi ini sangat penting dalam mendorong sistem pengelolaan sampah terintegrasi dan berkelanjutan.
“Baik BLUD maupun penyedia jasa swasta memiliki model bisnis yang memungkinkan material dan energi dari sampah bisa didaur ulang atau dimanfaatkan kembali. Ini sejalan dengan visi Jakarta sebagai kota global yang bersih, hijau, kompetitif, dan berkelanjutan,” pungkas Asep.

