Brebes – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mempercepat pembangunan infrastruktur pertanian pada 2025 sebagai langkah untuk memperkuat posisi Jateng sebagai penopang pangan nasional sekaligus menjaga ketahanan pangan di tingkat daerah.
Salah satu program utama yang digenjot tahun ini adalah pembangunan 10 embung di berbagai wilayah. Dari jumlah tersebut, delapan embung merupakan proyek baru, sedangkan dua lainnya menjalani proses rehabilitasi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jateng, Henggar Budi Anggoro, menjelaskan bahwa pembangunan embung tersebut ditujukan untuk meningkatkan kualitas irigasi, memastikan ketersediaan air saat musim kemarau, serta menggenjot produktivitas pertanian terutama di kawasan rawan kekeringan.
“Total anggarannya mencapai Rp118 miliar dengan 24 paket pekerjaan pada 2025, termasuk pembangunan delapan embung baru dan rehabilitasi dua embung,” ujarnya dikutip dari laman jatengprov Kamis (13/11).

Henggar merinci kapasitas embung yang dibangun, antara lain:
- Embung Salam: 10.916,50 m³
- Embung Selur: 25.693,75 m³
- Embung Rondo Kuning: 24.292,5 m³
- Embung Geblok: 6.450 m³
- Embung Karangjati: 70.875 m³
- Embung Kemurang Wetan: 12.468 m³
- Embung Tegalwulung: 10.747 m³
- Embung Plosorejo: 25.145 m³
“Kami memastikan seluruh pekerjaan infrastruktur tersebut rampung pada 2025,” tegasnya.
Salah satu pembangunan embung yang sudah berjalan adalah di Desa Kemurang Wetan, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes. Progres proyek tersebut mencapai 80 persen. Kepala Desa Kemurang Wetan, Dustam, menyampaikan bahwa kehadiran embung sangat membantu petani bawang merah yang selama ini kesulitan air saat kemarau.
“Kalau musim kemarau biasanya petani kesulitan air. Masa tanam hanya bisa dua kali. Dengan embung ini, kebutuhan air bisa lebih terpenuhi,” tuturnya.
Dia menambahkan, kapasitas tampungan embung tersebut mampu mendukung irigasi untuk lebih dari 40 hektare sawah.
Petani setempat, Sukim, mengaku terbantu dengan pembangunan embung. Selama ini, saat kemarau banyak petani terpaksa tidak menanam karena biaya mengambil air dari sungai cukup mahal.
“Kalau kemarau airnya sulit. Kalau ambil dari sungai biayanya besar. Adanya embung ini membuat kami bisa kembali bersemangat menanam,” ungkapnya.
Menurutnya, embung menjadi solusi nyata bagi petani setempat dalam menghadapi kekeringan.

