Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penipuan daring berkedok investasi saham dan mata uang kripto yang melibatkan jaringan internasional. Kasus ini terungkap dari laporan polisi dengan total kerugian korban mencapai Rp 105 miliar.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji, mengungkapkan bahwa penyelidikan kasus ini bermula dari tiga laporan yang diterima pada Januari dan Februari 2025. Selain itu, pihaknya juga menindaklanjuti 13 laporan tambahan dari berbagai wilayah serta 11 pengaduan yang diajukan oleh Indonesia Anti Scam Centre (IASC) OJK.
“Saat ini, jumlah korban mencapai 90 orang dan kemungkinan masih akan bertambah. Para korban tersebar di berbagai kota, dengan jumlah terbesar berada di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar,” ujar Brigjen Pol. Himawan dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (19/3).
Kasus ini bermula sejak September 2024, ketika korban melihat iklan di Facebook yang menawarkan keuntungan besar melalui perdagangan saham dan kripto. Korban yang tertarik diarahkan untuk berkomunikasi melalui WhatsApp dengan seseorang yang mengaku sebagai Prof. AS dan memberikan pelatihan trading.

Para korban kemudian dimasukkan ke dalam grup WhatsApp yang dikelola pelaku dan diperkenalkan dengan tiga platform trading, yaitu JYPRX, SYIPC, dan LEEDXS. Mereka dijanjikan keuntungan antara 30% hingga 200%, serta diberikan hadiah seperti jam tangan dan tablet jika mencapai target investasi tertentu.
Untuk bergabung, korban harus membuat akun di platform berbasis web maupun aplikasi Android. Setelahnya, mereka diminta mentransfer dana ke sejumlah rekening bank yang ditampilkan di platform tersebut. Penyelidikan mengungkap bahwa pelaku menggunakan 67 rekening bank untuk aktivitas ini, termasuk 42 rekening BCA, 9 rekening Bank Mandiri, 5 rekening Bank BRI, serta beberapa rekening lainnya di berbagai bank nasional.
Pada Januari 2025, korban mulai menerima pesan dari pusat perdagangan JYPRX Global yang menyatakan bahwa akun mereka ditangguhkan sementara. Korban kemudian diminta membayar pajak dan biaya tambahan agar dapat menarik dana mereka. Namun, setelah mencoba melakukan penarikan, dana mereka tidak dapat dicairkan, sehingga mereka menyadari telah menjadi korban penipuan.
Polisi berhasil menangkap tiga tersangka WNI yang terlibat dalam kasus ini:
- AN: Ditangkap di Tangerang pada 20 Februari 2025. Berperan dalam pembuatan perusahaan dan rekening nominee untuk pencucian uang hasil penipuan. Beroperasi sejak Oktober 2024 atas instruksi tersangka AW dan SR yang kini buron (DPO).
- MSD: Ditangkap di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, pada 1 Maret 2025. Bertugas mencari individu yang bersedia membuat akun exchanger kripto dan rekening bank di Medan dengan imbalan Rp 200.000 – Rp 250.000. Mengirimkan perangkat berisi aplikasi perbankan dan exchanger kripto ke Malaysia untuk seseorang bernama LWC.
- WZ: Ditangkap di Medan pada 9 Maret 2025. Berperan sebagai koordinator pembuatan rekening nominee dan perusahaan yang digunakan untuk menampung dana korban. Mengirim lebih dari 500 unit ponsel dan 1.000 akun perbankan serta kripto ke Malaysia untuk pencucian uang hasil penipuan.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk:
2 unit mobil, 1 unit motor, 3 unit sepeda, 1 unit TV, 1 jam tangan, 11 unit ponsel, 4 kartu ATM dan 10 dokumen perusahaan. Selain itu, pihak kepolisian telah memblokir dan menyita dana senilai Rp 1,53 miliar yang tersimpan dalam 67 rekening bank yang digunakan oleh para pelaku.
Para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, di antaranya:
- Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
- Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
- Pasal 3, 4, 5, dan 10 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar.
- Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.
Brigjen Pol. Himawan menambahkan bahwa pihaknya masih melakukan pengembangan terhadap kemungkinan tersangka lain. Polisi juga telah berkoordinasi dengan Interpol untuk menerbitkan Red Notice bagi warga negara asing yang diduga terlibat dalam jaringan ini.
“Kami telah menetapkan dua tersangka lain sebagai DPO, yaitu AW dan SR. Untuk pelaku warga negara asing, kami sudah berkoordinasi dengan Divhubinter Polri dan Interpol agar segera menerbitkan Red Notice,” tegasnya.
Polri mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran investasi dengan keuntungan besar yang tidak masuk akal.
“Sebelum berinvestasi, pastikan untuk selalu melakukan verifikasi terhadap profil perusahaan serta aplikasi yang digunakan. Jangan mudah tergiur dengan janji keuntungan besar dalam waktu singkat,” pungkasnya.